Minggu, 29 November 2015

Permasalahan Umum dan Klasik dalam Penyusunan APBD

Permasalahan Umum dan Klasik dalam Penyusunan APBD

Dalam bulan-bulan ini, pemerintah daerah (Pemda) disibukkan oleh penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Ada fenomena menarik terkait proses penyusunan APBD tersebut.
Fenomena ini sebenarnya bukan masalah baru. Tapi masalah klasik yang dari tahun ke tahun seringkali berulang. Karena sebagai suatu masalah dan berpotensi merugikan masyarakat, maka seharusnya menjadi perhatian bersama, terutama bagi Pemda.

Senin, 09 November 2015

Pokok Perubahan PPh Dan Bendaharawan KUP 2008

Pokok Perubahan PPh Dan Bendaharawan KUP 2008



Banyak yang berpendapat bahwa perubahan yang dibuat UU No. 36 Tahun 2008 pada dasarnya adalah mengenai hal penurunan tarif Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan saja. Padahal kalau kita kaji lebih lanjut, UU Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 mengatur tentang perubahan-perubahan yang lebih luas dari pendapat orang tersebut yang menimbulkan dampak yang signifikan terhadap Pajak Penghasilan di Indonesia, baik itu berdampak terhadap penghasilan wajib pajak. Pokok-pokok perubahan tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:

Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dan Badan

Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dan Badan



Berdasarkan UU KUP NOMOR 28 TAHUN 2007 Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa pengertian Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam pengertian tersebut ada beberapa komponen yang WAJIB Anda tahu yaitu:
1.      Pajak adalah Kontribusi Wajib Warga Negara
2.      Pajak bersifat MEMAKSA untuk setiap warga negara
3.      Dengan membayar pajak, Anda tidak akan mendapat imbalan langsung 
4.      berdasarkan Undang-Undang

Pokok-pokok Perubahan KUP 2007

Pokok-pokok Perubahan KUP 2007



I.             DASAR HUKUM
Undang-undang mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan diundangkan pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.  Undang-undang ini mulai berlaku sejak 1 januari 1984.  Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 telah mengalami tiga kali perubahan, yaitu:
1.      Undang-Undang Nomor  9 Tahun 1994, mulai berlaku sejak 1 januari 1995.
2.      Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, mulai berlaku sejak 1 januari 2001.
3.      Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, mulai berlaku sejak 1 januari 2008.
Pada tahun 2009 terbit Undang-Undang nomor 16 tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang.Undang-undang ini diterbitkan dalam rangka menghadapi dampak krisis keuangan global, seningga sangat mendesak untuk memperkuat basis perpajakan nasional guna mendukung penerimaan negara dari sektor perpajakan yang lebih stabil.  Pelaksanaan Pasal 37A ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 sangat efektif untuk memperkuat basis perpajakan nasional, sehingga perlu memperpanjang jangka waktu pelaksanaan ketentuan Pasal 37A ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. 

Hukum Pajak Sektor Publik

Hukum Pajak Sektor Publik


1.        HUKUM PAJAK DI INDONESIA
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Dasar hukum pemungutan pajak adalah pasal 23A Amandemen  UUD 1945. Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia.

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

Soal sifat wajib yang melekat pada pajak, tentunya banyak orang yang sebenarnya sudah tahu. Tapi merogoh kantung untuk membayarnya adalah soal lain. Rasanya begitu berat. Walhasil, banyak orang yang berusaha untuk menghindari pajak dengan berbagai cara. Ada yang menempuh cara legal dan ada yang tidak.

Kalau membayar pajak yang sudah jelas merupakan kewajiban saja berat, apalagi membayar pajak yang bukan kewajiban Wajib Pajak. Misalnya karena tidak seharusnya kena pajak atau dikenakan pajak lebih tinggi. Meski pasti dihindari, namun pada praktik hal ini kadang menimpa WP karena berbagai faktor. Keinginan Wajib Pajak yang berada dalam kondisi ini tentu sudah jelas, uangnya harus kembali.

Ada komentar bernada guyon seputar proses pengembalian uang Wajib Pajak ini:
Membayar pajak itu gampang, tapi memintanya kembali tidak semudah membalikkan telapak tangan.” 
Meski terkesan bercanda, tapi komentar ini bermakna sangat dalam.
Ia adalah salah satu cermin yang menunjukkan tingkat keseimbangan antara hak dan kewajiban Wajib Pajak dalam arti yang sesungguhnya.

Buku Panduan Hak dan Kewajiban Pajak

Buku Panduan Hak dan Kewajiban Pajak


I.
PENDAHULUAN
Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaran di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan/penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan. Dalam melaksanakan fungsinya tersebut, Direktorat Jenderal Pajak berusaha sebaik mungkin memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak. Penerbitan buku saku ini merupakan salah satu perwujudan dari fungsi di atas dengan maksud memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang hak dan kewajiban selaku Wajib Pajak.

Hubungan Hukum Pajak Dengan Hukum Perdata (KUP dan KUHD)

Hubungan Hukum Pajak Dengan Hukum Perdata (KUP dan KUHD) 

Hukum Pajak banyak sekali hubungannya dengan Hukum Perdata, hal ini dapat dimengerti karena Hukum Pajak mencari dasar kemungkinan pemungutan pajak atas dasar peristiwa (kematian, kelahiran), keadaan (kekayaan), perbuatan (jual beli, sewa menyewa) yang diatur dalam Hukum Perdata. Hal ini dijadikan Tesbestand yang dituangkan dalam Undang-undang pajak, dan bila dipenuhi syarat-syaratnya akan menyebabkan seseorang atau badan dikenakan pajak. Sebagian Sarjana mengatakan bahwa bukan itu yang menyebabkan timbulnya hubungan yang erat antara Hukum Pajak dengan Hukum Perdata, melainkan suatu ajaran di bidang hukum yang menyatakan bahwa lex specialis derogat lex generale, yaitu hukum yang khusus menyimpangkan hukum yang umum.

Hubungan Hukum Pajak Dengan Hukum Pidana (KUP dan KUHP)

Hubungan Hukum Pajak Dengan Hukum Pidana (KUP dan KUHP)

Umum
Ancaman Hukuman Pidana tidak saja terdapat dalam K.U.H.P., tetapi banyak juga tercantum dalam Undang-undang di luar K.U.H.P. hal ini disebabkan antara lain :
  1. Adanya perubahan sosial secara cepat sehingga perubahan-perubahan itu perlu disertai dan diikuti peraturan-peraturan hukum dengan sanksi pidana.
  2. Kehidupan moderen semakin kompleks, sehingga disamping adanya peraturan pidana berupa unifikasi yang bertahan lama (KUHP) diperlukan pula peraturan-peraturan pidana yang bersifat temporer.
  3. Pada banyak peraturan hukum yang berupa Undang-undang di lapangan hukum administrasi Negara, perlu di kaitkan dengan sanksisanksi pidana untuk mengawasi peraturan-peraturan itu agar ditaati. Sanksi-sanksi pidana terdapat dalam Undang-undang di luar KUHP antara lain dalam UU Tindak Pidana Ekonomi, UU Tindak Pidana Subversi, Tindak Pidana Korupsi, Undang-undang Pajak dan lain-lain. Antara K.U.H.P. dengan delik-delik/tindak pidana yang tersebar di luar K.U.H.P. ada pertalian yang terletak dalam Aturan Umum Buku I K.U.H.P.

Ringkasan Pajak

Ringkasan Pajak

Pengertian Hukum Pajak

  1. Pengertian Hukum Pajak
  2. Hukum Pajak (Hukum Fiskal) adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas Negara. Hukum Pajak merupakan bagian dari Hukum Publik yang mengatur hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (Wajib Pajak). Hukum Pajak memuat pula unsur-unsur hukum tata negara dan hukum pidana.
  3. Pengertian Pajak
  4. Sesuai dengan Pasal 1 angka 1 UU No. 16 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP 2007), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

Minggu, 08 November 2015

Gambaran singkat UTS Keuangan Negara

Gambaran singkat UTS Keuangan Negara

BIROKRASI


Birokrasi adalah entitas penting suatu negara.
Apa yang dimaksud dengan birokrasi?
Secara etimologis, birokrasi berasal dari kata Biro (meja) dan Kratein (pemerintahan), yang jika disintesakan berarti pemerintahan Meja. Tentu agak 'lucu' pengertian seperti ini, tetapi memang demikianlah hakikat birokrasi oleh sebab lembaga inilah tampak kaku yang dikuasai oleh orang-orang di belakang meja.

Kamis, 22 Oktober 2015

Hal Aneh dalam Pajak Penghasilan

Hal Aneh dalam Pajak Penghasilan


Jika kita cermati dengan teliti, terdapat hal-hal yang aneh dalam Undang-undang Pajak Penghasilan kita. Hal-hal aneh tersebut antara lain adalah:

Yang bertalian dengan SUBYEK PAJAK


Pasal 2 ayat (3) huruf a. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (selanjutnya: disingkat UU No. 36 Tahun 2008) menyatakan sebagai berikut:

(3) Subjek pajak dalam negeri adalah:
a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;”

Rabu, 01 Juli 2015

Filsafat Ilmu - OTHER MIND

Filsafat Ilmu - OTHER MIND

Latar belakang:
Kita seringkali secara implisit – dengan tindakan kita, atau secara eksplisit –dengan ungkapan yang kita kemukakan, menyatakan bahwa kita tahu pikiran orang lain. Hal itu terjadi karena secara tidak sadar kita berasumsi bahwa pikiran orang lain itu sama seperti pikiran kita. Apakah memang demikian adanya?

***
Masalah:
Kerangka pikir:
What is it like to be a bat?” (Nagel 1974)
Kita melihat objek-objek di luar diri kita dengan cara menganalisis gelombang cahaya yang terfokus ke retina, yang kemudian distimulasikan ke otak dalam bentuk impuls-impuls elektrik. Hasilnya adalah stereoscopic vision.

Yang harus diingat di sini adalah bahwa kita tidak “melihat” neuron yang ditembakkan di otak, atau impuls elektrik yang mengalir, atau gelombang cahaya menyentuh retina.
  • walaupun kita tahu bahwa pengalaman terjadi hanya ketika ada aktivitas dari otak saya, tidak berarti bahwa pengalaman itu identik dengan aktivitas itu.
  • jelas bahwa saya tidak bisa tahu apa pun kesadaran dari dalam diri saya sendiri melalui analisis atas sistem yang diwujudkan oleh kesadaran saya.
  • saya tidak bisa menemukan tujuan perjalanan hanya dengan memeriksa cara kerja mesin motor yang sedang melakukan perjalanan.

Keberadaan tuhan antara Apriori dan empiris

Keberadaan tuhan antara Apriori dan empiris

Teori-teori pengetahuan bila didasarkan menurut sifat teoristis dan historis dapat dikelompokkan menjadi dua aliran besar, yaitu rasionalisme dan empirisme. 
  • Rasionalisme meyakini bahwa sejumlah ide atau konsep adalah terlepas dari pengalaman dan bahwa kebenaran itu dapat diketahui hanya dengan nalar. 
  • Empirisme berpendapat bahwa semua ide dan konsep berasal dari pengalaman dan bahwa kebenaran hanya dapat dibangun berdasarkan pengalaman.
Baik raasionalisme maupun empirisme tidak saling mempermasalahkan prinsip dasar pemikiran aliran satu sama lain. Masalahnya hanya sekitar pengetahuan multak (necessary)dan pengetahuan empiris.
  1. Pengetahuan mutlak atau utama (a priori) adalah penegetahuan yang tidak didasarkan pengalaman, seperti kucing adalah hitam, yang secara mutlak benar menurut definisininya. Ini merupakan statemen analitik (atau secara umum dikatakan demikian, sebuah tautologi) penolakan terhadap kebenarannya dapat muncul dari kontradiksi
  2. Pengetahuan empiris (a posteriori) adalah pengethuan yang bersal dari atau tergantung pada pengalaman, seperti” meja-meja itu berwarna coklat” yang merupakan statemen sintetik. Berbeda dengan statemen analitik “kucing hitam adalah berwarna hitam” maka statemen sintetik “meja-meja itu berwarna cokelat “ adalah tidak benar terkecuali jika semua meja didefinisikan berwana coklat. Dan untuk membantah kebenarannya tidak akan muncul dari kontradiksi-diri. Hal itu akan kita temukan melalui penglaman.

teori moralitas

teori tentang pendekatan moral

Pengetahuan Moral dari utilitarianisme

Utilitarisme berasal dari kata Latin utilis yang berarti “bermanfaat”. 
Menurut teori ini, suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, berfaedah atau berguna, tapi menfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. 

Aliran ini memberikan suatu norma bahwa baik buruknya suatu tindakan oleh akibat perbuatan itu sendiri. Tingkah laku yang baik adalah yang menghasilkan akibat-akibat baik sebanyak mungkin dibandingkan dengan akibat-akiba tburuknya. Setiap tindakan manusia harus selalu dipikirkan, apa akibat dari tindakannya tersebut bagi dirinya maupun orang lain dan masyarakat. Utilitarisme mempunyai tanggung jawab kepada orang yang melakukan suatu tindakan, apakah tindakan tersebut baik atau buruk. 

Menurut suatu perumusan terkenal, dalam rangka pemikiran utilitarisme (utilitarianism) kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah 
"the greatest happiness of the greatest number, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar".

sekilas pandangan cartesian skepticism descartes

sekilas pandangan cartesian skepticism descartes

Rene Descartes (1596-1650)
Descartes juga mempunyai Buku yang terkenal didalam filsafat murni ialah Discourse de la Methode (1637) dan Meditations (1642). Kedua buku ini saling melengkapi satu sama lain. Di dalam kedua buku inilah ia menuangkan metodenya yang terkenal itu, metode keraguan Descartes (Cartesian Doubt). Metode ini sering juga disebut Cagito Descartes, atau metode Cogito saja.

Ia mengetahui bahwa tidak mudah meyakinkan tokoh-tokoh Gereja bahwa dasar filsafat haruslah rasio (akal). Tokoh-tokoh Gereja waktu itu tetap yakin bahwa dasar filsafat haruslah iman sebagaimana tersirat di dalam jargon credo ut intelligam dari Anselmus itu. Untuk meyakinkan orang bahwa dasar filsafat haruslah akal, ia menyusun argumentasi yang amat terkenal. Argumentasi itu tertuang di dalam metode cogito tersebut.

Untuk menemukan basis yang kuat bagi filsafat, Descartes meragukan (lebih dulu) segala sesuatu yang dapat diragukan. 
Mula-mula ia mencoba meragukan semua yang dapat diindera, objek yang sebenarnya tidak mungkin diragukan. Dia meragukan adanya badannya sendiri. Keraguan itu menjadi mungkin karena pada pengalaman mimpi, halusinansi, ilusi, dan juga pada pengalaman dengan roh halus ada yang sebenarnya itu tidak jelas. Di dalam mimpi seolah-olah seseorang mengalami sesuatu yang sungguh-sungguh terjadi, persis seperti tidak mimpi (jaga). Begitu pula pada pengalaman halusinasi, ilusi, dan kenyataan gaib. Tatkala bermimpi, rasa-rasanya seperti bukan mimpi. 
Siapa yang dapat menjamin kejadian-kejadian waktu jaga (yang kita katakan sebagai jaga ini) sebagaimana kita alami adalah kejadian-kejadian yang sebenarnya, jadi bukan mimpi? 
Tidak ada perbedaan yang jelas antara mimpi dan jaga, demikian yang dimaksud oleh Rene Descartes.

Senin, 29 Juni 2015

Buku Kas Umum (BKU)

Buku Kas Umum (BKU)

Buku Kas Umum digunakan untuk mencatat semua transaksi penerimaan dan pengeluaran kas baik secara tunai maupun giral, mutasi kas dari bank ke tunai dan perbaikan/koreksi kesalahan pembukuan.
Dokumen sumber transaksi, pertama kali dicatat di BKU baru kemudian dicatat di buku pembantu masing-masing
Bentuk BKU menggunakan kolom saldo sehingga posisi kas setiap saat bisa diketahui Buku Kas Umum

BKU dapat dibuat terdiri dari tiga bagian, sebagai berikut:
  • Bagian 1: Untuk menginformasikan identitas satuan kerja, identitas DIPA, Pagu Belanja per kegiatan, Tanda tangan Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dan Tanda Tangan Bendahara Pengeluaran.
  • Bagian 2: Untuk mencatat transaksi penerimaan dan pengeluaran kas, transaksi mutasi antar tempat kas tersimpan dan transaksi lainnya yang mempengaruhi kas yang dikelola Bendahara Pengeluaran
  • Bagian 3: Untuk lembar catatan pemeriksaan kas baik yang dilakukan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang berwenang melakukan pemeriksaan kas Bendahara Pengeluaran

Uang Persediaan (UP)

Uang Persediaan (UP)

Uang Persediaan adalah uang muka kerja dengan jumlah tertentu yang bersifat daur ulang (revolving), diberikan kepada bendahara pengeluaran hanya untuk membiayai kegiatan operasional kantor sehari-hari yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran langsung (PMD 13/2006, psl 1 (60))

SPM-UP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban beban pengeluaran DPA-SKPD yang dipergunakan sebagai uang persediaan untuk mendanai kegiatan. (PMD 13/2006, psl 1 (71)) untuk pekerjaan yang akan dilaksanakan dan membebani akun transito.

Perbedaan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual dengan SAP Berbasis Akrual

Perbedaan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual dengan SAP Berbasis Akrual

KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAH

NO
KETERANGAN
CASH TOWARD ACCRUAL
ACCRUAL
1
Penyusutan Aset Tetap
Tidak diuraikan dalam kerangka konseptual
Aset yang digunakan pemerintah, kecuali beberapa aset tertentu seperti tanah,  mempunyai masa manfaat dan kapasitas yang terbatas. Seiring dengan penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu aset (Par 16)
2
Entitas Akuntansi
Belum ada uraian mengenai Entitas Akuntansi
Terdapat uraian mengenai Entitas Akuntansi
3
Entitas Pelaporan
a)      Pemerintah Pusat;
b)     Pemerintah Daerah;
c)      satuan organisasi di lingkungan Pemerintah Pusat/Daerah atau organisasi lainnya yang diwajibkan menyajikan LK menurut peraturan Per-UU-an (Par 19)
Selain sebagaimana disebutkan pada CTA, ditegaskan pula bahwa entitas pelaporan termasuk kementerian negara atau lembaga di lingkungan pemerintah pusat (Par 22)
4
Peranan Laporan Keuangan
Pelaporan diperlukan untuk kepentingan:
- Akuntabilitas;
- Manajemen;
- Transparansi; dan
- Keseimbangan antar generasi (Par 22)
Pelaporan diperlukan untuk kepentingan:
- Akuntabilitas;
- Manajemen;
- Transparansi; dan
- Keseimbangan antar generasi
- Evaluasi Kinerja (Par 25)
5
Komponen Laporan Keuangan
Laporan Keuangan Pokok
-          LRA
-          Neraca
-          LAK
-          CaLK (Par 25)

Laporan yang Bersifat optional
- Laporan Kinerja Keuangan (LKK)
- Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) (par 26)
Keuangan Pokok
-          LRA
-          Laporan Perubahan SAL
-          Neraca
-          Laporan Operasional (LO)
-          LAK
-          Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)
-          CaLK (Par 28)
6
Basis Akuntansi
Basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam LRA
Basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam Neraca (Par 39)
Basis akrual untuk pengakuan pendapatan-LO, beban, aset, kewajiban, dan ekuitas (Par 42)
Dalam hal anggaran disusun dan dilaksanakan berdasar basis kas, maka LRA disusun berdasarkan basis kas.
Bilamana anggaran disusun dan dilaksanakan berdasarkan basis akrual, maka LRA disusun berdasarkan basis akrual. (Par 44)
7
Unsur Laporan Keuangan
a. LRA
-Pendapatan
-Belanja
-Transfer
-Pembiayaan

b. Neraca
-          Aset
-          Kewajiban
-          Ekuitas Dana (Ekuitas dana lancar, investasi dan dana cadangan) (Par 57-77)

c. Laporan Kinerja Keuangan
Laporan realisasi pendapatan (basis akrual) & belanja (basis akrual) – bersifat OPTIONAL


d. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)
Kenaikan dan penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan tahun sebelumnya - bersifat OPTIONAL

e. Laporan Arus Kas
-Penerimaan Kas
-Pengeluaran Kas

f. CaLK
Unsur Laporan Keuangan
Laporan Pelaksanaan Anggaran
a. LRA
-Pendapatan-LRA
-Belanja
-Transfer
-Pembiayaan

b. Laporan Perubahan SAL
Laporan Finansial
a. Neraca
- Aset
-  Kewajiban
- Ekuitas (Par 60-            83)
b. Laporan Operasional (LO)
- Pendapatan-LO
- Beban
- Transfer
- Pos Luar Biasa

c. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)
Kenaikan dan penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan tahun sebelumnya

d. Laporan Arus Kas
-Penerimaan Kas
-Pengeluaran Kas

e. CalK
8
Pengakuan Unsur Laporan Keuangan
Pengakuan Pendapatan (Par 88)
Pendapatan menurut basis akrual diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan tersebut atau ada aliran masuk sumber daya ekonomi.
Pendapatan menurut basis kas diakui pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan.

Pengakuan Belanja (Par 89)
Belanja menurut basis akrual diakui pada saat timbulnya kewajiban atau pada saat diperoleh manfaat.
Belanja menurut basis kas diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau entitas pelaporan
Pengakuan Pendapatan (Par 95)
Pendapatan-LO diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan tersebut atau ada aliran masuk sumber daya ekonomi.
Pendapatan-LRA diakui pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan

Pengakuan Belanja dan Beban (Par96-97)
Beban diakui pada saat timbulnya kewajiban, terjadinya konsumsi aset, atau terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa.
Belanja diakui berdasarkan terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau entitas pelaporan
9
Pengukuran Unsur Laporan Keuangan
Menggunakan nilai perolehan Historis.
Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas atau sebesar nilai wajar dari imbalan yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut

Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal
(Par 90)
Menggunakan nilai perolehan Historis.
Aset dicatat sebesar pengeluaran/ penggunaan sumber daya ekonomi atau sebesar nilai wajar dari imbalan yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut

Kewajiban dicatat sebesar nilai wajar sumber daya ekonomi yang digunakan pemerintah untuk memenuhi kewajiban yang bersangkutan. (Par 98)