Senin, 29 Juni 2015

Pertanggungjawaban Kepala Daerah - Bupati/Walikota

Pertanggungjawaban Kepala Daerah - Bupati/Walikota


Salah satu aspek reformasi yang mendapat perhatian hingga kini adalah persoalan kebijakan otonomi daerah. Pemerintah mulai mengeluarkan kebijakan desentralisasi (politik dan fiskal) dengan mengunakan kerangka hukum UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan UU No. 32 Tahun 2004 lalu direvisi lagi dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999, yang kemudian direvisi dengan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dengan landasan tersebut membawa perubahan yang cukup berarti terhadap hubungan pusat dan daerah. Perubahan perundang-undangan pemerintahan daerah di Indonesia mengakibatkan sistem pemerintahan bergerak dari sistem pemerintahan yang sebagian besar tersentralisasi ke sistem yang sebagian besar terdesentralisasi. Diharapkan melalui kebijakan tersebut dapat menyuburkan reformasi pada tingkat lokal dan memberi ruang gerak pada bidang politik, pengelolaan keuangan daerah dan pemanfaatan sumber-sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat lokal.

Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah dimaksud dilakukan secara efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan perundang-undangan.

Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah. Kepala daerah untuk provinsi disebut gubernur, untuk kabupaten disebut bupati dan untuk kota adalah walikota. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah, untuk provinsi disebut wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati dan untuk kota disebut wakil walikota. Kepala dan wakil kepala daerah memiliki tugas, wewenang dan kewajiban serta larangan. Kepala daerah juga mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat. Upaya konkrit dalam mewujudkan akuntabilitas dan transparansi di lingkungan pemerintah mengharuskan setiap pengelola keuangan negara untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan dengan cakupan yang lebih luas dan tepat waktu.

Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Pemerintah Daerah

Pemerintah Daerah selaku pihak yang diberikan mandat oleh rakyat untuk mengelola dan menyelenggarakan pemerintahan didaerah harus mempertanggung-jawabkan kinerjanya kepada rakyat. Laporan keuangan yang dibuat pada akhir tahun anggaran oleh pemerintah daerah merupakan salah satu mekanisme pertanggungjawaban pemerintah kepada rakyat untuk memenuhi tuntutan transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Pengelolaan keuangan daerah khususnya yang berkenaan dengan akuntansi dan pertanggungjawaban mengacu pada peraturan perundang-undangan yaitu antara lain:
  • UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
  • UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara,
  • UU Nomor 32 Tahun 2004 yang telah diubah menjadi UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintaan Daerah,
  • PP Nomor 24 Tahun 2005 yang telah diubah menjadi PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan,
  • Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,
  • Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, dan
  • Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Untuk menyelenggarakan akuntansi pemerintahan daerah kepala daerah menetapkan sistem akuntansi pemerintahan daerah dengan mengacu pada peraturan daerah tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah. Dalam sistem akuntansi pemerintahan ditetapkan entitas pelaporan dan entitas akuntansi yang menyelenggarakan sistem akuntansi pemerintahan daerah. Entitas pelaporan dan entitas akuntansi tersebut menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan pada akhir periode.

UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, khususnya pasal 30-32 menjelaskan tentang bentuk pertanggungjawaban keuangan negara. Dalam ketentuan tersebut, baik Presiden maupun Kepala Daerah (Gubernur/Bupati /Walikota) diwajibkan untuk menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD kepada DPR/DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK selambat-lambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir (Bulan Juni tahun berjalan). Laporan keuangan tersebut setidak-tidaknya berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang mana penyajiannya berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), dengan lampiran laporan keuangan perusahaan negara/BUMN pada LKPP dan lampiran laporan keuangan perusahaan daerah/BUMD pada LKPD.

Bentuk pertanggungjawaban keuangan Negara/daerah dijelaskan secara rinci pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, khususnya pada Bab II tentang pelaporan keuangan dan kinerja, dinyatakan bahwa dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD, setiap Entitas Pelaporan wajib menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan dan Laporan Kinerja. Instansi pemerintah yang termasuk entitas pelaporan adalah:
  1. Pemerintah pusat,
  2. Pemerintah daerah,
  3. Kementerian Negara/Lembaga, dan
  4. Bendahara Umum Negara.
Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Sedangkan Entitas akuntansi adalah unit pemerintahan yang berkewajiban menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan, namun laporan keuangan yang dihasilkannya untuk digabungkan pada Entitas Pelaporan. Instansi yang termasuk entitas akuntansi antara lain kuasa Pengguna Anggaran, termasuk entitas pelaksana Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan, untuk tingkat pemerintah pusat, serta SKPD, Bendahara Umum Daerah (BUD) dan kuasa Pengguna Anggaran tertentu untuk tingkat pemerintah daerah. Ketentuan ini tentunya memberikan kejelasan atas hirarki penyusunan laporan keuangan pemerintah dan keberadaan pihak-pihak yang bertanggungjawab didalamnya, serta menjelaskan pentingnya laporan kinerja sebagai tambahan informasi dalam pertanggungjawaban keuangan Negara.


Komponen Laporan Keuangan
Berdasarkan PP No. 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, komponen laporan keuangan terdiri dari :
  • Entitas pelaporan menyusun laporan keuangan (Pemerintah Pusat/Daerah, BUN/BUD) yang meliputi:
  1. Laporan Realisasi Anggaran.
  2. Neraca.
  3. Laporan Arus Kas, dan
  4. Catatan atas Laporan Keuangan.
  • Entitas akuntansi (Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah) menyusun Laporan Keuangan yang meliputi:
  1. Laporan Realisasi Anggaran.
  2. Neraca, dan
  3. Catatan atas Laporan Keuangan.

Kedudukan Kepala Daerah dalam Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD tercantum dalam UU No 32 Tahun 2004 pada pasal 184 yang selanjutnya diganti dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pada pasal 320 yang menyebutkan :
  • Kepala daerah menyampaikan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD dengan dilampiri laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
  • Laporan keuangan dimaksud paling sedikit meliputi:
  1. laporan realisasi anggaran;
  2. laporan perubahan saldo anggaran lebih;
  3. neraca;
  4. laporan operasional;
  5. laporan arus kas;
  6. laporan perubahan ekuitas; dan
  7. catatan atas laporan keuangan yang dilampiri dengan ikhtisar laporan keuangan BUMD.
  • Penyajian laporan keuangan dilakukan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
  • Rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dibahas kepala daerah bersama DPRD untuk mendapat persetujuan bersama.
  • Persetujuan bersama rancangan Perda dilakukan paling lambat 7 (tujuh) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
  • Atas dasar persetujuan bersama, kepala daerah menyiapkan rancangan Perkada tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD

Tahapan pembuatan Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah
Berdasarkan PP No 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah, tahapan pembuatan laporan pertanggungjwaban kepala daerah disebutkan bahwa:
  1. APBD, P-APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan perda. (Pasal 16, Ayat 4)
  2. Kepala Daerah menyampaikan Ranperda tentang pertangungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK, selambat-lambatnya 6 bulan setelah TA berakhir. (Pasal 101)
  3. Laporan keuangan pelaksanaan APBD disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 3 bulan setelah Tahun Anggaran berakhir. (Pasal 102, Ayat 1)
  4. Pemeriksaan laporan keuangan oleh BPK diselesaikan selambat-lambatnya 2 bulan setelah menerima laporan keuangan dari Pemda. (Pasal 102, Ayat 2)
  5. Apabila sampai batas waktu itu BPK belum menyampaikan laporan hasil pemeriksaan, Ranperda diajukan kepada DPRD. (Pasal 102, Ayat 3)
  6. Kepala daerah berikan tanggapan dan lakukan penyesuaian terhadap Laporan Keuangan berdasar hasil pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemda. (Pasal 103)

Proses Penyusunan Laporan Keuangan
  1. PPK-SKPD menyiapkan LK-SKPD tahun anggaran berkenaan dan disampaikan kepada kepala SKPD untuk ditetapkan sebagai laporan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran SKPD.
  2. Laporan keuangan disampaikan kepada PPKD sebagai dasar penyusunan laporan keuangan pemda.
  3. LK-SKPD disampaikan kepada kepala daerah melalui PPKD paling lambat 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
  4. Laporan keuangan itu disusun oleh pejabat pengguna anggaran sebagai hasil pelaksanaan anggaran yang berada di SKPD yang menjadi tanggung jawabnya.
  5. PPKD menyusun LK Pemda dengan cara menggabungkan laporan-laporan keuangan SKPD paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya tahun anggaran berkenaan.
  6. LK Pemda disampaikan kepada kepala daerah melalui Sekda selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.


Laporan Pertanggungjawaban Kinerja

Selain menyusun laporan keuangan, entitas pelaporan juga wajib menyusun dan menyajikan laporan kinerja sebagai tambahan informasi dalam pertanggungjawaban keuangan APBN/APBD. Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur. Laporan Kinerja adalah ikhtisar yang menjelaskan secara ringkas dan lengkap tentang capaian Kinerja yang disusun berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD. Laporan Kinerja sebagaimana dimaksud di atas, berisi ringkasan tentang keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang dicapai dari masing-masing program sebagaimana ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan APBN/APBD. Bentuk dan isi Laporan Kinerja disesuaikan dengan bentuk dan isi rencana kerja dan anggaran sebagaimana ditetapkan dalam peraturan pemerintah terkait.

Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran menyusun Laporan Kinerja dan menyampaikannya kepada Menteri Keuangan, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku Pengguna Anggaran menyusun Laporan Kinerja dan menyampaikannya kepada gubernur/bupati/walikota, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Laporan Kinerja dihasilkan dari suatu sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang diselenggarakan oleh masing-masing Entitas Pelaporan dan/atau Entitas Akuntansi. Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dikembangkan secara terintegrasi dengan sistem perencanaan, system penganggaran, sistem perbendaharaan, dan Sistem Akuntansi Pemerintahan. Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah setidak-tidaknya mencakup perkembangan keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang dicapai dari masing-masing program sebagaimana ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan APBN/APBD.

Dengan demikian Laporan Akuntabilitas Kinerja sebagaimana berisi ikhtisar pencapaian sasaran sebagaimana yang ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja dan dokumen perencanaan. 

Pencapaian sasaran tersebut sekurang-kurangnya menyajikan informasi tentang:
  1. Pencapaian tujuan dan sasaran organisasi;
  2. Realisasi pencapaian indikator kinerja utama organisasi;
  3. Penjelasan yang memadai atas pencapaian kinerja; dan
  4. Pembandingan capaian indikator kinerja sampai dengan tahun berjalan dengan target kinerja 5 (lima) tahunan yang direncanakan.

Manfaat Laporan Kinerja
Laporan Akuntabilitas Kinerja dimanfaatkan untuk :
  1. Bahan evaluasi akuntabilitas kinerja bagi pihak yang membutuhkan;
  2. Penyempurnaan dokumen perencanaan periode yang akan datang;
  3. Penyempurnaan pelaksanaan program dan kegiatan yang akan datang;
  4. Penyempurnaan berbagai kebijakan yang diperlukan; 


Laporan Keterangan Pertanggungjawaban ( LKPJ ) Kepala Daerah

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 yang kemudian diganti dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 mewajibkan kepala daerah menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ). 

Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) adalah laporan yang berupa informasi penyelenggaraan pemerintahan daerah selama 1 (satu) tahun anggaran atau akhir masa jabatan yang disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD. Ruang lingkup LKPJ mencakup penyelenggaraan :
  1. Urusan Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
  3. Tugas Umum Pemerintahan.  merupakan tugas yang dilakukan di luar pelaksanaan asas desentralisasi dan asas tugas pembantuan.

LKPJ disusun berdasarkan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran tahunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah. LKPJ dimaksud disampaikan kepada DPRD sebagai representasi kedaulatan rakyat, yang berhak untuk mengetahui sejauhmana kinerja pemerintahan dalam usahanya untuk merealisasikan visi dan misi kepala daerah sebagaimana telah menjadi kontrak sosial pada saat mencalonkan diri sebagai kepala daerah, dan telah dituangkan di dalam RPJMD, termasuk didalamnya adalah Renstra transisi dimaksud. Dengan demikian, secara teoritis dan normatif maka LKPJ lebih berada dalam domain pertanggungjawaban publik yang bersifat politis, bukan semata-mata pertanggungjawaban birokratis yang bersifat administratif. LKPJ sekurang-kurangnya menjelaskan :
  1. Arah kebijakan umum pemerintahan daerah Arah kebijakan umum pemerintahan daerah memuat visi, misi, strategi, kebijakan dan prioritas daerah.
  2. Pengelolaan keuangan daerah secara makro, termasuk pendapatan dan belanja daerah; Pengelolaan keuangan daerah memuat: (a) Pengelolaan pendapatan daerah meliputi intensifikasi dan ekstensifikasi, target dan realisasi pendapatan asli daerah, permasalahan dan solusi; dan (b) Pengelolaan belanja daerah meliputi kebijakan umum anggaran, target dan realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah, permasalahan dan solusi.
  3. Penyelenggaraan urusan desentralisasi Penyelenggaraan urusan desentralisasi memuat penyelenggaraan urusan wajib dan urusan pilihan, yang meliputi : (a) Program dan kegiatan serta realisasi pelaksanaan program dan kegiatan; dan (b) Permasalahan dan solusi
  4. Penyelenggaraan tugas pembantuan Penyelenggaraan tugas pembantuan meliputi tugas pembantuan yang diterima dan tugas pembantuan yang diberikan.
  5. Penyelenggaraan tugas umum pemerintahan. Penyelenggaraan tugas umum pemerintahan sekurang-kurangnya menjelaskan : (a) Kebijakan dan kegiatan serta realisasi pelaksanaan kegiatan; dan(b) Permasalahan dan solusi

Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) terdiri atas :
  1. LKPJ Akhir Tahun Anggaran. disampaikan kepada DPRD paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
  2. LKPJ Akhir Masa Jabatan kepala daerah merupakan ringkasan laporan tahun-tahun sebelumnya ditambah dengan LKPJ sisa masa jabatan yang belum dilaporkan. Sisa waktu penyelenggaraan pemerintahan daerah yang belum dilaporkan dalam LKPJ oleh kepala daerah yang berakhir masa jabatannya, dilaporkan oleh kepala daerah terpilih atau penjabat kepala daerah atau pelaksana tugas kepala daerah berdasarkan laporan dalam memori serah terima jabatan. Apabila kepala daerah berhenti atau diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir, LKPJ disampaikan oleh pejabat pengganti atau pelaksana tugas kepala daerah.

Dalam hal penyampaian LKPJ Akhir Masa Jabatan waktunya bersamaan dengan LKPJ Akhir Tahun Anggaran atau berjarak 1 (satu) bulan, penyampaian LKPJ Akhir Tahun Anggaran disampaikan bersama dengan LKPJ Akhir Masa Jabatan.
Mekanisme penyampaian Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) adalah sebagai berikut :
  1. LKPJ disampaikan oleh kepala daerah dalam rapat paripurna DPRD.
  2. LKPJ dibahas oleh DPRD secara internal sesuai dengan tata tertib DPRD.
  3. Berdasarkan hasil pembahasan, DPRD menetapkan Keputusan DPRD.
  4. Keputusan DPRD disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah LKPJ diterima.
  5. Keputusan DPRD disampaikan kepada kepala daerah dalam rapat paripurna yang bersifat istimewa sebagai rekomendasi kepada kepala daerah untuk perbaikan penyelenggaraan pemerintahan daerah ke depan.
  6. Apabila LKPJ tidak ditanggapi dalam jangka waktu 30 hari setelah LKPJ diterima, maka dianggap tidak ada rekomendasi untuk penyempurnaan.

Penyusunan LKPJ bertujuan untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan Kepala Daerah dalam menjalankan tugasnya selama periode tertentu dalam peningkatan efisiensi, efektivitas, produktivitas dan akuntabilitas penyelenggaraan Pemerintah Daerah melalui pengawasan DPRD. Hasil pembahasan DPRD atas LKPJ Kepala Daerah ditetapkan dalam keputusan DPRD berupa catatan-catatan yang sifatnya strategis untuk dipedomani oleh Kepala Daerah dalam pelaksanaan tugasnya. LKPJ dari Kepala Daerah kepada DPRD bersifat informatif, dengan demikian tidak ada opsi menerima atau menolak LKPJ. Apabila ada hal-hal yang dianggap tidak sesuai dengan kebijakan yang telah disepakati, DPRD dapat menggunakan hak interpelasi/meminta keterangan dan atau hak angket. Materi yang dibahas oleh DPRD adalah mengenai berbagai kegiatan untuk dilihat kesesuaiannya antara kebijakan yang telah disetujui bersama baik dalam bentuk Rencana Strategis/RPJMD maupun yang tertuang dalam APBD, termasuk dampak langsung yang nampak maupun dampak yang tidak segera nampak. Materi mengenai teknis keuangan akan diaudit oleh BPK

8 komentar:

  1. TERIMA KASIH... HAL LAINNYA SAP 71 HARUSNYA MASUK SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN LKP/D

    BalasHapus
  2. Terima kasih info nya, izin bertanya, apakah dprd itu termasuk entitas akuntansi yang wajib untuk membuat lapkeu tahunan? Makasih sebelumnya

    BalasHapus
  3. terima kasih atas informasinya,,,,,,,,

    BalasHapus
  4. sangat bermanfaat...Terimakasi

    BalasHapus
  5. Mohon ijin bertanya bila kepala daerah berhalangan hadir dlm penyampaian LKPJ apakah bisa diperlakukan sekda mohon pencerahannya dan dasar hukum nya. Terimakasih

    BalasHapus
  6. Ijin bertanya apakah ada regulasi yg mengatur opsi tolak atau terima LKPJ oleh dprd

    BalasHapus
  7. terima kasih atas ilmunya, sangat bermanfaat...

    BalasHapus