Rabu, 01 Juli 2015

Filsafat Ilmu - OTHER MIND

Filsafat Ilmu - OTHER MIND

Latar belakang:
Kita seringkali secara implisit – dengan tindakan kita, atau secara eksplisit –dengan ungkapan yang kita kemukakan, menyatakan bahwa kita tahu pikiran orang lain. Hal itu terjadi karena secara tidak sadar kita berasumsi bahwa pikiran orang lain itu sama seperti pikiran kita. Apakah memang demikian adanya?

***
Masalah:
Kerangka pikir:
What is it like to be a bat?” (Nagel 1974)
Kita melihat objek-objek di luar diri kita dengan cara menganalisis gelombang cahaya yang terfokus ke retina, yang kemudian distimulasikan ke otak dalam bentuk impuls-impuls elektrik. Hasilnya adalah stereoscopic vision.

Yang harus diingat di sini adalah bahwa kita tidak “melihat” neuron yang ditembakkan di otak, atau impuls elektrik yang mengalir, atau gelombang cahaya menyentuh retina.
  • walaupun kita tahu bahwa pengalaman terjadi hanya ketika ada aktivitas dari otak saya, tidak berarti bahwa pengalaman itu identik dengan aktivitas itu.
  • jelas bahwa saya tidak bisa tahu apa pun kesadaran dari dalam diri saya sendiri melalui analisis atas sistem yang diwujudkan oleh kesadaran saya.
  • saya tidak bisa menemukan tujuan perjalanan hanya dengan memeriksa cara kerja mesin motor yang sedang melakukan perjalanan.

Keberadaan tuhan antara Apriori dan empiris

Keberadaan tuhan antara Apriori dan empiris

Teori-teori pengetahuan bila didasarkan menurut sifat teoristis dan historis dapat dikelompokkan menjadi dua aliran besar, yaitu rasionalisme dan empirisme. 
  • Rasionalisme meyakini bahwa sejumlah ide atau konsep adalah terlepas dari pengalaman dan bahwa kebenaran itu dapat diketahui hanya dengan nalar. 
  • Empirisme berpendapat bahwa semua ide dan konsep berasal dari pengalaman dan bahwa kebenaran hanya dapat dibangun berdasarkan pengalaman.
Baik raasionalisme maupun empirisme tidak saling mempermasalahkan prinsip dasar pemikiran aliran satu sama lain. Masalahnya hanya sekitar pengetahuan multak (necessary)dan pengetahuan empiris.
  1. Pengetahuan mutlak atau utama (a priori) adalah penegetahuan yang tidak didasarkan pengalaman, seperti kucing adalah hitam, yang secara mutlak benar menurut definisininya. Ini merupakan statemen analitik (atau secara umum dikatakan demikian, sebuah tautologi) penolakan terhadap kebenarannya dapat muncul dari kontradiksi
  2. Pengetahuan empiris (a posteriori) adalah pengethuan yang bersal dari atau tergantung pada pengalaman, seperti” meja-meja itu berwarna coklat” yang merupakan statemen sintetik. Berbeda dengan statemen analitik “kucing hitam adalah berwarna hitam” maka statemen sintetik “meja-meja itu berwarna cokelat “ adalah tidak benar terkecuali jika semua meja didefinisikan berwana coklat. Dan untuk membantah kebenarannya tidak akan muncul dari kontradiksi-diri. Hal itu akan kita temukan melalui penglaman.

teori moralitas

teori tentang pendekatan moral

Pengetahuan Moral dari utilitarianisme

Utilitarisme berasal dari kata Latin utilis yang berarti “bermanfaat”. 
Menurut teori ini, suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, berfaedah atau berguna, tapi menfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. 

Aliran ini memberikan suatu norma bahwa baik buruknya suatu tindakan oleh akibat perbuatan itu sendiri. Tingkah laku yang baik adalah yang menghasilkan akibat-akibat baik sebanyak mungkin dibandingkan dengan akibat-akiba tburuknya. Setiap tindakan manusia harus selalu dipikirkan, apa akibat dari tindakannya tersebut bagi dirinya maupun orang lain dan masyarakat. Utilitarisme mempunyai tanggung jawab kepada orang yang melakukan suatu tindakan, apakah tindakan tersebut baik atau buruk. 

Menurut suatu perumusan terkenal, dalam rangka pemikiran utilitarisme (utilitarianism) kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah 
"the greatest happiness of the greatest number, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar".

sekilas pandangan cartesian skepticism descartes

sekilas pandangan cartesian skepticism descartes

Rene Descartes (1596-1650)
Descartes juga mempunyai Buku yang terkenal didalam filsafat murni ialah Discourse de la Methode (1637) dan Meditations (1642). Kedua buku ini saling melengkapi satu sama lain. Di dalam kedua buku inilah ia menuangkan metodenya yang terkenal itu, metode keraguan Descartes (Cartesian Doubt). Metode ini sering juga disebut Cagito Descartes, atau metode Cogito saja.

Ia mengetahui bahwa tidak mudah meyakinkan tokoh-tokoh Gereja bahwa dasar filsafat haruslah rasio (akal). Tokoh-tokoh Gereja waktu itu tetap yakin bahwa dasar filsafat haruslah iman sebagaimana tersirat di dalam jargon credo ut intelligam dari Anselmus itu. Untuk meyakinkan orang bahwa dasar filsafat haruslah akal, ia menyusun argumentasi yang amat terkenal. Argumentasi itu tertuang di dalam metode cogito tersebut.

Untuk menemukan basis yang kuat bagi filsafat, Descartes meragukan (lebih dulu) segala sesuatu yang dapat diragukan. 
Mula-mula ia mencoba meragukan semua yang dapat diindera, objek yang sebenarnya tidak mungkin diragukan. Dia meragukan adanya badannya sendiri. Keraguan itu menjadi mungkin karena pada pengalaman mimpi, halusinansi, ilusi, dan juga pada pengalaman dengan roh halus ada yang sebenarnya itu tidak jelas. Di dalam mimpi seolah-olah seseorang mengalami sesuatu yang sungguh-sungguh terjadi, persis seperti tidak mimpi (jaga). Begitu pula pada pengalaman halusinasi, ilusi, dan kenyataan gaib. Tatkala bermimpi, rasa-rasanya seperti bukan mimpi. 
Siapa yang dapat menjamin kejadian-kejadian waktu jaga (yang kita katakan sebagai jaga ini) sebagaimana kita alami adalah kejadian-kejadian yang sebenarnya, jadi bukan mimpi? 
Tidak ada perbedaan yang jelas antara mimpi dan jaga, demikian yang dimaksud oleh Rene Descartes.