Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dan Badan
Berdasarkan
UU KUP NOMOR 28 TAHUN 2007 Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa pengertian Pajak
adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam pengertian tersebut ada beberapa
komponen yang WAJIB Anda tahu yaitu:
1. Pajak
adalah Kontribusi Wajib Warga Negara
2. Pajak
bersifat MEMAKSA untuk setiap warga negara
3. Dengan
membayar pajak, Anda tidak akan mendapat imbalan langsung
4. berdasarkan
Undang-Undang
Menurut Undang-undang Nomor 28
tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Dan
Tata Cara Perpajakan (UU KUP) 2007
pengertian pajak penghasilan adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut
Undang-Undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh),
pengertian Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek
Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun
pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh
penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan
disebut Wajib Pajak (WP). WP dikenai pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk
penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya
dimulai atau berakhir dalam tahun pajak. Undang-undang PPh menganut asas
materiil, artinya penentuan mengenai pajak yang terutang tidak tergantung
kapada surat ketetapan pajak.
Oleh karena itu Pajak Penghasilan
melekat pada subyeknya. Pajak Penghasilan termasuk salah satu jenis pajak
subjektif. Subyek pajak akan dikenai pajak apabila dia menerima atau memperoleh
penghasilan. Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, subyek pajak yang menerima
atau memperoleh penghasilan disebut sebagai Wajib Pajak. Demikian pula atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari
pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan, terutang Pajak Penghasilan dan
dalam hal ini yang bersifat final.
Filosofi PPh
Definisi penghasilan menurut UU PPh adalah setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apapun adalah objek pajak. Atas dasar penyederhanaan, keadilan dan
untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak maka atas beberapa hal diberlakukan
pajak final, diantaranya ialah pajak penghasilan dari pengalihan hak atas tanah
dan atau bangunan. PPh atas pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan
bersifat final dimaksudkan agar:
1. Proses
administrasi menjadi lebih sederhana, artinya bagi Wajib Pajak mudah untuk
menghitung, bagi administrasi pajak mudah menguji penghitungan pajak yang
dilakukan oleh Wajib Pajak; juga bagi Wajib Pajak badan tidak ada lagi tarif
yang berbeda-beda, sehingga lebih mendukung lagi kesederhanaan dan kemudahan
seperti disebutkan di atas,
2. Untuk
keadilan dan pemerataan beban, berlakunya tarif yang sama saja bagi tingkat
penghasilan yang sama dari manapun diterima atau diperoleh,
3. Meningkatkan
kepatuhan Wajib Pajak, oleh karena PPh ini memiliki tarif tunggal yaitu sebesar
5% (lima persen), maka kerelaan Wajib Pajak untuk membayar akan meningkat.
Dengan semakin meningkatnya kerelaan membayar dan bertambah
mudahnya bagi administrasi pajak untuk melakukan pengujian data, maka
diharapkan akan lebih meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
DASAR HUKUM
1.
Undang-undang Nomor 28 tahun 2007
tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan
JENIS-JENIS SUBJEK
PAJAK PENGHASILAN
1. Subjek Pajak Orang Pribadi
a. Subjek
Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (SPOPDN) yaitu :
· Orang
pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan atau
·
Orang
pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
bertempat tinggal di Indonesia
b. Subjek
Pajak Orang Pribadi Luar Negeri ( SPOPLN) adalah :
·
Orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
·
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Perbedaan Wajib Pajak Dalam Negeri
dan Wajib Pajak Luar Negeri
No.
|
Perbedaan
|
SPOPDN
|
SPOPLN
|
1.
|
Berada
di
Indonesia
|
Bertempat
tinggal diIndonesia, berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan
|
Tidak
bertempat tinggal diIndonesia, berada di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan
|
2.
|
Penghasilan
yang dikenakan pajak
|
Penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari Indonesiadan dari luar Indonesia
|
Penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di Indonesia
|
3.
|
Tarif
pajak
|
Berdasarkan
penghasilan neto dengan tariff umum (Tarif Umum PPh Pasal 17)
|
Berdasarkan
penghasilan bruto dengan tarif sepadaan (Tarif PPh Pasal 26 atau sesuai Tax
Treaty)
|
4.
|
Penyampaian
SPT
|
Wajib
menyampaikan SPT PPh, untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun
pajak
|
Tidak
wajib menyampaikan SPT PPh, karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui
pemotongan pajak yang bersifat final (PPh Pasal 26)
|
2.
Subjek Pajak Warisan
Warisan yang belum
terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak:
- Subjek Pajak warisan dapat menggantikan pemenuhan kewajiban pajak dan penunjukkan yang mewariskan (Almarhum).
- Apabila warisan telah terbagi kepada ahli waris, maka kewajiban pajak Almarhum harus diselesaikan oleh ahli warisnya tersebut.
3.
Subjek Pajak Badan
·
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau
modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah
dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik,
atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
·
Badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah merupakan subjek pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya
sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah, misalnya lembaga, badan,
dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan
merupakan subjek pajak.
4.
Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Bentuk usaha tetap
adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
1. Tempat
kedudukan manajemen;
2. Cabang
perusahaan;
3. Kantor
perwakilan;
4. Gedung
kantor;
5. Pabrik;
6. Bengkel;
7. Gudang;
8. Ruang
untuk promosi dan penjualan;
9. Pertambangan
dan penggalian sumber alam;
10. Wilayah
kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
11. Perikanan,
peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
12. Proyek
konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
13. Pemberian
jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan
lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
14. Orang
atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
15. Agen
atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung
risiko di Indonesia;
16.
Komputer, agen elektronik, atau
peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara
transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet
Bentuk
usaha tetap dikenakan pajak atas pengasilan baik yang berasal dari usaha atau kegiatan
maupun yang berasal dari harta yang dimiliki atau yang dikuasainya. Dengan
demikian semua pengasilan tersebut dikenakan pajak di Indonesia.
OBYEK
PAJAK PENGHASILAN
Objek Pajak
penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh WP, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang
dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan WP yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Yang
termasuk Objek Pajak penghasilan adalah
1.
penggantian
atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam
Undang-undang ini.
2.
Hadiah
dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.
3.
Laba
usaha
4.
Kuntungan
karena penjualan atau karena pengalihan harta.
5.
Penerimaan
kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran
tambahan pengembalian pajak.
6.
Bunga
termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengermbalian utang.
7.
Deviden
dengan nama dan bentuk apapun.
8.
Royalti
atau imbalan atas penggunaan hak
9.
Sewa
dan pengasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran
berkala.
11. Keuntunggan karena pembebasan utang,
kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan.
12. Keuntungan selisih kurs mata uang
asing.
13. Selisih lebih karena penilaian
kembali aktiva.
14. Premi asuransi
15. Iuran yang diterima atau diperoleh
perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas
16. Tambahan kekayan neto yang berasal
dari pengasilan yang belum dikenakan pajak.
17. Penghasilan dari usaha berbasis
syariah.
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud
Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tatacara perpajakan .
19. Surplus Bank Indonesia.
Objek
PPh bersifat final:
1. penghasilan
berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi
dan surat utang negara, dan bunga simpanan
yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi;
2. penghasilan
berupa hadiah undian;
3. penghasilan
dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi
penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal
pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
4. penghasilan
dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa
konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
5. penghasilan
tertentu lainnya, yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Dikecualikan
dari objek pajak
1. (a)
bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh
badan amil zakat atau lembaga amil zakat
yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima
sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan (b)
harta hibahan yang diterima oleh keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,
badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi,
atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
2. warisan;
3. harta
termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti
saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
4. penggantian
atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau diperoleh dalam
bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib
Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh
bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib
Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
5. pembayaran
dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi
kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea
siswa;
6. dividen
atau bagian laba yang diterima atau
diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak
dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan
usaha milik daerah, dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat: (a) dividen berasal
dari cadangan laba yang ditahan; dan (b) bagi
perseroan terbatas, badan usaha milik negara
dan badan usaha milik daerah yang menerima
dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen
paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
7. iuran
yang diterima atau diperoleh dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan Menteri
Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi
kerja maupun pegawai;
8. penghasilan
dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang
tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
9. bagian
laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak
investasi kolektif;
10. penghasilan
yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang
didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan
di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
11. merupakan
perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
12. sahamnya
tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
13. beasiswa
yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
14. sisa
lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba
yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau
bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada
instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali
dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka
waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya
sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan; dan
15. bantuan
atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
Objek Pajak Penghasilan Orang
Pribadi
Undang-undang
Pajak Penghasilan menyatakan bahwa penghasilan merupakan setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Dalam
konteks orang pribadi, penghasilan dapat berasal kegiatan usaha, pekerjaan
bebas ataupun penghasilan-penghasilan lainnya.
Dalam
hal orang pribadi menjalankan kegiatan usaha dan melaksanakan pembukuan,
penghasilan neto dihitung dengan mengurangkan peredaran usaha dengan harga
pokok penjualan dan biaya usaha. Penghasilan neto dari kegiatan usaha
selanjutnya akan dilakukan beberapa penyesuaian fiskal baik positif maupun
negatif. Penyesuaian ini adalah penyesuaian penghasilan neto komersial dalam
rangka menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan beserta peraturan
pelaksanaannya, yang dapat bersifat menambah maupun mengurangi penghasilan kena
pajak.
Dalam
hal wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas namun
peredaran usahanya atau peredaran brutonya kurang dari Rp4,8 miliar setahun
maka Wajib Pajak dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Selain itu Wajib Pajak
yang memiliki pekerjaan bebas seperti dokter, pengacara, notaris, akuntan, konsultan, penilai,
aktuaris dan arsitek juga wajib melaporkan penghasilan brutonya dan Pajak
Penghasilannya.
Penghasilan Sehubungan Dengan
Pekerjaan
Penghasilan
Pajak dapat juga yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan dari yang
berhubungan dengan pekerjaan yang berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain. Dalam hal ini penghitungan pajak akan mengacu pada
ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan Pasal 21. Penghasilan yang
diterima sehubungan dengan pekerjaan pajaknya akan dipotong oleh pemberi kerja, bendahara pemerintah,
atau penyelenggara kegiatan.
Penghasilan Neto Dalam Negeri
Lainnya
Selain
berbagai penghasilan yang telah disebutkan diatas, Wajib pajak juga wajib
melaporkan penghasilan dalam negeri lainnya seperti bunga, dividen, royalti, sewa, penghargaan dan hadiah,
keuntungan dari penjualan/pengalihan harta, dan penghasilan lain-lain yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, istri, dan anak/anak angkat yang
belum dewasa dalam tahun pajak bersangkutan.
1.
Pajak
Penghasilan (PPh) Orang Pribadi
PPh
Orang Pribadi diperhitungkan berdasarkan jumlah penghasilan yang diterima oleh
WP dalam setahun (12 bulan) setelah dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP). Hasil pengurangan ini merupakan Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang dikenakan
tarif progresif.
Mulai
1 Januari 2013 PTKP telah diubah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia No.162/PMK.011/2012 tanggal 22 Oktober 2012 tentang
Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak. Berikut PTKP
yang berlaku sejak 1 Januari 2013 adalah:
1.
Rp 24.300.000,- untuk diri WPOP
2.
Rp 2.025.000,- tambahan untuk WP yang
Kawin
3.
Rp 24.300.000,- tambahan untuk isteri
yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
4.
Rp 2.025.000,- tambahan untuk setiap
anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta
anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang
untuk setiap keluarga.
Dengan
demikian maka status dan PTKP pada 1 Januari 2013 menjadi:
1. TK/0 = Rp
24.300.000,-
2. K/0 = Rp
26.325.000,-
3. K/1 = Rp
28.350.000,-
4. K/2 = Rp 30.375.000,-
5. K/3 = Rp 32.400.000,-
dan
perhitungan penghasilan neto gabungan harta pisah, maka:
1. K/I/0
= Rp 50.625.000,-
2. K/I/1 = Rp 52.650.000,-
3. K/I/2 = Rp 54.675.000,-
4. K/I/3
= Rp 56.700.000,-
sedangkan
untuk lapisan Penghasilan
Kena Pajak pada
tahun 2013 masih tetap dan tidak ada perubahan, yaitu tarif PPh 21 berdasarkan pasal 17 UU PPh
atas PKP huruf B angka 8:
1.
0 s.d 50 Juta
= 5%
2.
50 Juta s.d 250 Juta
= 15%
3.
250 Juta s.d 500
Juta = 25%
4.
Diatas 500
Juta
= 30%
2.
Pajak
Penghasilan (PPh) Badan
Pada
dasarnya, tarif PPh Badan berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
menganut tarif tunggal yaitu sebesar 28% pada tahun 2009 atau 25% pada tahun
2010 dan seterusnya.
Namun
demikian, ternyata tarif PPh Badan juga harus memperhitungkan fasilitas
pengurangan tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 31E Undang-undang tersebut. Adanya
batasan peredaran usaha bagi WP badan yang berhak mendapatkan pengurangan tarif
ini membuat tarif PPh Badan menjadi tidak sederhana. Pasal 17 ayat (1) huruf b
dan Pasal 17 ayat (2a) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 menyederhanakannya
dengan memperkenalkan tarif tunggal yaitu 28% tahun pajak 2009 atau 25% untuk
tahun pajak 2010 dan seterusnya.
Berikut
adalah perubahannya:
Tarif UU Nomor 17
Tahun 2000
|
Tarif UU Nomor 36
Tahun 2008
|
||
Lapisan PKP
|
Tarif
|
Lapisan PKP
|
Tarif
|
s.d Rp 50 Juta
|
10%
|
Berapapun
nilai PKP
|
28%
(2009)
25%
( 2010 dst)
|
di
atas Rp 50 Juta s.d Rp 100 Juta
|
15%
|
||
di
atas Rp 100 Juta
|
30%
|
3. Tarif Pasal 31E
Undang-undang
Nomor 36 Tahun 2008 ini juga memberikan fasilitas sebagaimana diatur dalam
Pasal 17 ayat (1) huruf b dan Pasal 17 ayat (2b) berupa pengurangan tarif
sebesar 50% dari tarif normal. Pasal 31E ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun
2008 menyatakan bahwa WP badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai
dengan Rp 50.000.000.000,00, WP tersebut
diberikan fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a).
Dengan
demikian, WP yang berhak atas fasilitas pengurangan tarif ini adalah WP badan
dalam negeri yang peredaran brutonya tidak lebih dari Rp 50 milyar.
Jadi, selain WP badan dalam negeri dengan peredaran bruto kurang dari Rp 50 milyar
tidak berhak atas pengurangan tarif ini, misalnya WP orang pribadi dalam negeri
ataupun WP luar negeri. Begitu juga, WP badan dalam negeri yang peredaran
brutonya lebih dari Rp 50 Milyar juga tidak mendapatkan fasilitas ini.
Terkait
Pasal 31E ayat (1), penerapan pengurangan tarif sebesar 50% ini pun dibatasi
yaitu hanya atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai
dengan Rp 4.800.000.000,00.
Hal
ini berarti bahwa untuk Penghasilan Kena Pajak (PKP) atas bagian peredaran
bruto di atas Rp 4,8 milyar sampai dengan Rp 50 milyar, tetap dikenakan tarif
normal 28% (tahun pajak 2009) atau 25% (tahun pajak berikutnya).
REFERENSI
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan
2. Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia No.162/PMK.011/2012 tanggal 22 Oktober 2012
tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.
3. Mardiasmo. 2011 Perpajakan Edisi
Revisi, Yogyakarta : Andi
6.
http://www.pajak.go.id/content/pajak-penghasilan-orang-pribadi-untuk-keadilan
min, ini bisa diperbarui nggakk? ehehe, makasiii
BalasHapusSepertinya harus di update memang heheh
Hapusbagus
BalasHapusnah ini lengkap banget Jasa Pembuatan Website Toko Online serta layanan Jasa Pembuatan Website Penjualan Online dan
BalasHapusJasa Pembuatan Online Shop
Grosir Jilbab Murah - Jilbab Segi Empat Terbaru dan Jilbab Instan Terbaru serta Jasa Pembuatan Website Murah serta Buat Toko Online Murah
mr pedro dan perusahaan pinjamannya benar-benar hebat untuk diajak bekerja sama. dia sangat jelas, teliti dan sabar saat dia membimbing saya dan istri saya melalui proses pinjaman. dia juga sangat tepat waktu dan bekerja keras untuk memastikan semuanya siap sebelum menutup pinjaman. mr pedro adalah petugas pinjaman bekerja dengan sekelompok investor yang membantu kami mendapatkan dana untuk membeli rumah baru kami, Anda dapat menghubungi dia jika Anda ingin mendapatkan pinjaman dengan tingkat rendah yang terjangkau 2 rio email dia di . pedroloanss@gmail.com atau chat whatsapp: + 1-863-231-0632
BalasHapus