I.
| PENDAHULUAN
Pembayaran
pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta
Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan
kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya
merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk
ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara
dan pembangunan nasional.
Tanggung jawab
atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaran
di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk
memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self
assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia. Pemerintah
dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, sesuai dengan fungsinya
berkewajiban melakukan pembinaan/penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan.
Dalam melaksanakan fungsinya tersebut, Direktorat Jenderal Pajak
berusaha sebaik mungkin memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai
visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak. Penerbitan buku saku ini
merupakan salah satu perwujudan dari fungsi di atas dengan maksud
memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang hak dan kewajiban
selaku Wajib Pajak.
Sebelum sampai
pada pembahasan tentang hak dan kewajiban Wajib Pajak pada bab-bab
berikutnya, sebagai cakrawala pengetahuan perpajakan perlu diketahui
terlebih dahulu tentang jenis dan macam papak yang berlaku di Indonesia.
|
| A. |
Jenis Pajak
Secara umum,
pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan
Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh
Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat
Jenderal Pajak - Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah
pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat
Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Pajak-pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi : |
|
| 1. | Pajak Penghasilan (PPh)
PPh adalah
pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud
dengan penghasilan adlah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal
baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan
usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
|
|
| 2. | Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah
pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun
pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang
PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal ekspor, tarif
PPN adalah 0%. Yang dimaksud Dengan Pabean adalah wilayah Republik
Indonesia yang meliputi wilayah darat, peraian, dan ruang udara
diatasnya.
|
|
| 3. | Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
Selain
dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong
mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak
yang tergolong mewah adalah :
a.
| Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau |
b.
| Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau |
c.
| Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau |
d.
| Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau |
e.
|
Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.
|
|
|
| 4. | Bea Meterai
Bea Meterai
adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian, akta
notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang
memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan
ketentuan.
|
|
| 5. | Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah
pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau
bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh
realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik
Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
|
|
| 6. | Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB adalah
pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun
realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah
Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.
|
|
|
Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain meliputi :
|
|
| 1. | Pajak Propinsi
a.
| Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; |
b.
| Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; |
c.
| Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor; |
d.
| Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. |
|
|
| 2. | Pajak Kabupaten/Kota
a.
| Pajak Hotel; |
b.
| Pajak Restoran; |
c.
| Pajak Hiburan; |
d.
| Pajak Reklame; |
e.
| Pajak Penerangan Jalan; |
f.
| Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C; |
g.
| Pajak Parkir. |
|
| B. |
Manfaat Pajak
Sebagaimana
halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau keluarga, perekonomian
negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos pengeluaran.
Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian
besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang
pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan
berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti
jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi
dibiayai dengan menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak
juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi
seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan
sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari
pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak.
Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara
menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan
pembiayaan pembangunan.
Disamping
fungsi budgeter (fungsi penerimaan) di atas, pajak juga melaksanakan
fungsi redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan
ekonomi yang lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih
rendah. Oleh karena itu tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan
kewajiban perpajakannya secara baik dan benar merupakan syarat mutlak
untuk tercapainya fungsi redistribusi pendapatan. Sehingga pada akhirnya
kesenjangan ekonomi dan sosial yang ada dalam masyarakat dapat
dikurangi secara maksimal.
|
II.
|
PENDAFTARAN
Sesuai dengan
sistem self assessment maka Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk
mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan
dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayahnya meliputi tempat
tinggal atau kedudukan Wajib Pajak untuk diberikan Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP);
Disamping
melalui KPP atau KP4, pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan melalui
e-register, yaitu suatu cara pendaftaran NPWP melalui media elektronik
on-line (internet).
Fungsi NPWP adalah :
-
| sebagai sarana dalam administrasi perpajakan. |
-
| sebagai identitas Wajib Pajak. |
-
| menjaga ketetiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan. |
-
| Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan. |
|
|
Dengan memiliki
NPWP, Wajib Pajak memperoleh beberapa manfaat langsung lainnya, seperti
: sebagai pembayaran pajak di muka (angsuran/kredit pajak) atas Fiskal
Luar Negeri yang dibayar sewaktu Wajib Pajak bertolak ke Luar Negeri,
memenuhi salah satu persyaratan ketika melakukan pengurusan Surat Izin
Usaha Perdagangan (SIUP), dan salah satu syarat pembuatan Rekening Koran
di bank-bank.
|
| A. |
NPWP
NPWP adalah
nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana yang merupakan
tanda pengenal atau identitas bagi setiap Wajib Pajak dalam melaksanakan
hak dan kewajibannya di bidang perpajakan. Untuk memperoleh NPWP, Wajib
Pajak wajib mendaftarkan diri pada KPP, atau KP4 dengan mengisi
formulir pendaftaran dan melampirkan persyaratan administrasi yang
diperlukan, atau dapat pula mendaftarkan diri secara on-line melalui
e-register.
Syarat-syarat pendaftaran Wajib Pajak :
1. |
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, dokumen yang diperlukan hanya berupa Fotokopi KTP yang masih berlaku atau Kartu Keluarga.
|
2. | Bagi Wajib Pajak Badan, dokumen yang diperlukan antara lain :
a.
| Fotokopi Akte Pendirian Perusahaan; |
b.
| Fotokopi KTP Pengurus; dan |
c.
| Surat Keterangan Kegiatan Usaha dari Lurah. |
|
|
|
|
Kepada Wajib
Pajak diberikan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) paling lambat pada hari
kerja berikutnya dan Kartu NPWP diberikan paling lambat 3 (tiga) hari
kerja setelah diterimanya permohonan secara lengkap. Perlu diketahui
masyarakat bahwa untuk pengurusan NPWP tersebut di atas TIDAK DIPUNGUT
BIAYA APAPUN.
|
| B. |
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PPKP)
Setelah
memperoleh NPWP, Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenakan PPN wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
pada KPP, KP4, atau dapat pula dilakukan secara on-line melalui
e-register. Dalam rangka pengukuhan sebagai PKP tersebut maka akan
dilakuan penelitian setempat mengenai keberadaan dan kegiatan usaha yang
bersangkutan. Dengan dikukuhkannya Pengusaha sebagai PKP maka atas
penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak, wajib diterbitka
Faktur Pajak.
|
III.
|
PEMBAYARAN, PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN, DAN PELAPORAN
Wajib Pajak
dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan sistem self
assessment wajib melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan
pelaporan pajak terutang.
|
| A. |
Pembayaran Pajak
Mekanisme Pembayaran Pajak : |
|
| a. | Membayar sendiri pajak yang terutang :
1) | Pembayaran angsuran setiap bulan (PPh Pasal 25)
Pembayaran PPh
Pasal 25 yaitu pembayaran pajak penghasilan secara angsuran. Hal ini
dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi pajak
yang terutang dalam satu tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk
mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar
sendiri angsuran pajak setiap bulan.
|
2) | Pembayaran PPh Pasal 29 setelah akhir tahun;
Pembayaran PPh
Pasal 29 yaitu pelunasan pajak penghasilan yang dilakukn sendiri oleh
Wajib Pajak pada akhir tahun pajak apabila pajak terutang untuk suatu
tahun pajak lebih besar dari jumlah total pajak yang dibayar sendiri dan
pajak yang dipotong atau dipungut pihak lain sebagai kredit pajak yang
|
|
|
| b. |
Melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26).
Pihak lain disini berupa :
1) | Pemberi penghasilan; |
2) | Pemberi kerja; atau |
3) | Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah. |
|
|
|
|
Penjelasan
lebih lanjut mengenai pemotongan dan pemungutan pajak diuraikan lebih
lanjut pada bagian Pemotongan/ Pemungutan (butir C).
|
|
| c. | Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau oleh pihak yang ditunjuk pemerintah. |
|
| d. | Pembayaran Pajak-pajak lainnya.
1) |
Pembayaran PBB
yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
Untuk daerah Jakarta, pembayaran PBB sudah dapat dilakukan dengan
menggunakan ATM di Bank-bank tertentu.
|
2) |
Pembayaran BPHTB yaitu pelunasan pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.
|
3) |
Pembayaran Bea
Meterai yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat dilakukan dengan
cara menggunakan benda meterai berupa meterai tempel atau kertas
bermeterai atau dengan cara lain seperti menggunakan mesin teraan.
|
|
| B. |
Pelaksanaan Pembayaran Pajak
Pembayaran
pajak dapat dilakukan di bank-bank pemerintah maupun swasta dan kantor
pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat diambil di
KPP atau KP4 terdekat, atau dengan cara lain melalui pembayaran pajak
secara elektronik (e-payment).
|
| C. |
Pemotongan / Pemungutan
Selain
pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang
dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh
pihak ketiga. Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal 21,
PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, dan PPN dan PPn BM.
Adapun definisi dari masing-masing pajak penghasilan tersebut adalah sebagai berikut : |
|
| - |
PPh Pasal 21
adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan
penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri
sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan (seperti gaji
yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan dimana dia bekerja).
|
|
| - |
PPh Pasal 22
adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan
pembayaran atas penyerahan barang, impor barang dan kegiatan usaha di
bidang-bidang tertentu (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada
bendaharawan pemerintah).
|
|
| - |
PPh Pasal 23
adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan
penghasilan tertentu seperti : deviden, bunga, royalty, sewa, dan jasa
yang diterima oleh WP badan dalam negeri, dan BUT.
|
|
| - |
PPh Pasal 26
adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan denan
penghasilan yang diterima oleh WP luar negeri.
|
|
| - | PPh Final (Pasal 4 ayat (2)
Ada beberapa
penghasilan yang dikenakan PPh Final. Yang dimaksud final disini bahwa
pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak ketiga atau dibayar sendiri
tidak dapat dikreditkan (bukan pembayaran di muka) terhadap utang pajak
pada akhir tahun dalam penghitungan pajak penghasilan pada SPT Tahunan.
Beberapa contoh penghasilan yang dikenakan PPh final : bunga deposito,
penjualan tanah dan bangunan, persewaan tanah dan bangunan, hadiah
undian, bunga obligasi dsb.
|
|
| - |
PPh Pasal 15
adalah pemotongan pajak penghasilan yang dilakukan oleh Wajib Pajak
tertentu yang menggunakan norma penghitungan khusus, antara lain
perusahaan pelayaran atau penerbangan international, perushaan asuransi
luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi,
perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam
bentuk bangun guna serah.
|
|
|
Seperti halnya
PPh Pasal 25, pemotongan/pemungutan tersebut merupakan angsuran pajak.
Untuk PPh dikreditkan pada akhir tahun, sedangkan PPN dikreditkan pada
masa diberlakukannya pemungutan dengan mekanisme Pajak Keluaran (PK) dan
Pajak Masukan (PM).
Apabila
pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh DJP untuk melakukan
pemotongan/pemungutan tidak melakukan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, maka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% dan
kenaikan 100%.
|
| D. |
Pelaporan
Sebagaimana
ditentukan dalam Undang-undang Perpajakan, Surat Pemberitahuan (SPT)
mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib Pajak di dalam
melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang
sebenarnya terutang. Selain itu Surat Pemberitahuan berfungsi untuk
melaporkan pembayaan atau pelunasan pajak baik yang dilakukan Wajib
Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang
dilakukan oleh pihak ke-3, melaporkan harta dan kewajiban, dan
pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan
pajak yang telah dilakukan. Sehingga Surat Pemberitahuan mempunyai
makna yang cukup penting baik bagi Wajib Pajak maupun aparatur pajak.
Pelaporan pajak disampaikan ke KPP atau KP4 dimana Wajib Pajak terdaftar. SPT dapat dibedakan sebagai berikut :
|
|
| 1) |
SPT Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak bulanan. Ada beberapa SPT Masa :
-
| PPh Pasal 21, |
-
| PPh Pasal 22, |
-
| PPh Pasal 23, |
-
| PPh Pasal 25, |
-
| PPh Pasal 26, |
-
| PPN dan PPnBM, |
-
| Pemungut PPN |
|
|
| 2) |
SPT Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan. Ada beberapa jenis SPT Tahunan :
-
| Badan |
-
| Orang Pribadi |
-
| Pasal 21 |
|
|
|
Untuk lampiran 1721 A1 pada SPT Tahunan PPh Pasal 21 dapat digunakan media elektronik (disket dan cartridge).
Saat ini khusus
untuk SPT Masa PPN sudah dapat disampaikan secara elektronik (on-line)
melalui aplikasi e-filing. Dalam waktu dekat, penyampaian SPT Tahunan
PPh dapat dilakukan secara online melalui aplikasi e-SPT.
Keterlambatan
pelaporan untuk SPT masa dikenakan sanksi administrasi berupa denda
sebesar Rp. 50.000,- dan SPT tahunan sebesar Rp. 100.000,-.
No
|
Jenis SPT
|
Batas Waktu Pembayaran Masa
|
Batas Waktu Pelaporan
|
|
1
| PPh Pasal 21/26 | Tgl. 10 bulan berikut | Tgl. 20 bulan berikut |
2
| PPh Pasal 23/26 | Tgl. 10 bulan berikut | Tgl. 20 bulan berikut |
3
| PPh Pasal 25 | Tgl. 15 bulan berikut | Tgl. 20 bulan berikut |
4
| PPh Pasal 22, PPN & PPn BM oleh Bea Cukai | 1 hari setelah dipungut | 7 hari setelah pembayaran |
5
| PPh Pasal 22 - Bendaharawan Pemerintah | Pada hari yang sama saat penyerahan barang | Tgl. 14 bulan berikujt |
6
| PPh Pasal 22 - Pertamina | Sebelum Delivery Order dibayar |
|
7
| PPh Pasal 22 - Pemungut tertentu | Tgl. 10 bulan berikut | Tgl. 20 bulan berikut |
8
| PPh Pasal 4 ayat (2) | Tgl. 10 bulan berikut | Tgl. 20 bulan berikut |
9
| PPN dan PPn BM - PKP | Tgl. 15 bulan berikut | Tgl. 20 bulan berikut |
10
| PPN dan PPn BM - Bendaharawan | Tgl. 17 bulan berikut | Tgl. 14 bulan berikut |
11
| PPN & PPn BM - Pemungut Non Bendaharawan | Tgl. 15 bulan berikut | Tgl. 20 bulan berikut |
Tahunan
|
1
| PPh - Badan, OP, PPh Pasal 21 | Tgl. 25 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak | Tgl. 31 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak |
2
| PBB | 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT |
----
|
3
| BPHTB | Dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak atas tanah dan bangunan |
----
|
|
IV.
|
KELEBIHAN PEMBAYARAN
Dalam hal pajak
yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah
kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang dibayar atau
dipotong atau dipungut lebih besar dari yang seharusnya terutang, maka
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapatkan kembali kelebihan tersebut.
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan dalam waktu 12
(dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.
Untuk Wajib
Pajak masuk kriteria Wajib Pajak Patuh, pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh da 1
bulan untuk PPN sejak permohonan diterima. Perlu diketahui pengembalian
ini dilakukan tanpa pemeriksaan.
Wajib Pajak dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui dua cara :
Yang Pertama, dengan melalui Surat Pemberitahuan (SPT),
Yang Kedua, dengan mengirimkan surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala KPP.
Apabila DJP
terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran yang semestinya dilakukan,
maka Wajib Pajak berhak menerima bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan.
|
V.
|
PEMERIKSAAN & PENYIDIKAN
Untuk menguji
kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, Direktur
Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak.
Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi
pengawasan terhadap Wajib Pajak yang bertujuan untuk meningkatkan
kepatuhan Wajib Pajak.
|
| A. |
Pemeriksaan
Direktorat
Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan dengan tujuan menguji
kepatuhan Wajib Pajak dan tujuan lain yang ditetapkan ole Direktorat
Jenderal Pajak.
Dalam hal dilakukan pemeriksaan, Wajib Pajak berhak :
- | Meminta Surat Perintah Pemeriksaan |
- | Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa |
- | Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan |
- | Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT |
|
|
|
Pemeriksaan
yang dilakukan dapat dibedakan menjadi pemeriksaan rutin, pemeriksaan
kriteria seleksi, pemeriksaan khusus, pemeriksaan Wajib Pajak lokasi,
pemeriksaan tahun berjalan dan pemeriksaan bukti permulaan. Pemeriksaan
yang disebutkan terakhir adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadapWajib
Pajak yang terindikasi melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
Berdasarkan
ruang lingkunya jenis-jenis pemeriksaan sebagaimana disebutkan di atas
dapat dibedakan menjadi pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor.
Suatu jenis pemeriksaan dapat dilakukan hanya dengan pemeriksaan kantor,
sedangkan jenis pemeriksaan lainnya dapat dilakukan dengan keduanya.
|
| B. |
Penyidikan
Penyidikan
adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik yaitu Pengawai
Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, untuk
mencari dan mengumpulkan bukti-bukti yang membuat terang tindak pidana
di bidang perpajakan.
Tindak pidana
di bidang perpajakan dapat berupa kealpaan atau kesengajaan yang
dilakukan oleh Wajib Pajak. Yang dimaksud dengan kealpaan disini adalah
Wajib Pajak alpa tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi
isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang
isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara. Kealpaan dapat diartikan tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati,
atau kurang mengindahkan kewajibannya.
Sedangkan kriteria kesengajaan adalah sebagai berikut :
- | Tidak mendaftarkan diri, atau penyalahgunaan NPWP atau PPKP; |
- | Tidak menyampaikan SPT; |
- | Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; |
- | Menolak untuk dilakukan pemeriksaan; |
- | Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu; |
- |
Tidak
menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau
tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau
|
- |
Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
|
|
VI.
|
PENETAPAN, KEBERATAN, BANDING & PENINJAUAN KEMBALI
Berdasarkan
hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka
akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan
pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Jika Wajib
Pajak tidak sependapat maka dapat mengajukan keberatan atas surat
ketetapan tersebut. Selanjutya apabila belum puas dengan keputusan
keberatan tersebut maka Wajib Pajak dapat mengajukan banding. Langkah
terakhir yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak dalam sengketa pajak
adalah peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
|
| A. |
Penetapan
Penetapan pajak
dapat dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak. Jenis-jenis ketetapan yag
dikeluarkan adalah : Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT), dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Disamping
itu dapat diterbitkan pula Surat Tagihan Pajak (STP) dalam hal
dikenakannya sanksi administrasi dapat berupa denda, bungan, dan
kenaikan.
Sanksi Administrasi
No
|
Pasal
|
Masalah
|
Sanksi
|
Ket.
|
Denda
|
1.
|
7 (1)
| SPT Terlambat disampaikan : |
|
|
|
| a. Masa |
Rp. 50.000
| Per SPT |
|
| b. Tahunan |
Rp. 100.000
| Per SPT |
2.
|
8 (3)
| Pembetulan sendiri dan belum disidik |
200%
| Dari jumlah pajak yang kurang dibayar |
3.
|
14 (4)
| a. Pengusaha kena PPN tidak PKP |
2%
| \
> Dari DPP
/ |
|
| b. Pengusaha tidak PKP buat faktur pajak |
2%
|
|
| c. PKP tidak buat faktur atau faktur tidak lengkap |
2%
|
Bunga
|
1.
|
8 (2)
| Pembetulan SPT dalam 2 tahun |
2%
|
Per bulan, dari jumlah pajak yang kurang dibayar
|
2.
|
9 (2a)
| Keterlambatan pembayaran pajak masa dan tahunan |
2%
|
Per bulan, dari jumlah pajak terutang
|
3.
|
13 (2)
| Kekurangan pembayaran pajak dalam SKPKB |
2%
| Per bulan, dari jumlah kurang dibayar, max 24 bulan |
4.
|
13 (5)
| SKPKB diterbitkan setelah lewat waktu 10 tahun karena adanya tindak pidana |
48%
| Dari jumlah paak yang tidak mau atau kurang dibayar. |
5.
|
14 (3)
| a. PPh tahunn berjalan tidak/kurang bayar |
2%
| Per bulan, dari jumlah pajak tidak/kurang dibayr, max 24 bulan |
|
| b. SPT kurang bayar |
2%
| Per bulan, dari jumlah pajak tidak/kurang dibayr, max 24 bulan |
6.
|
15 (4)
| SKPKBT diterbitkan setelah lewat wkatu 10 tahun karena adanya tindak pidana |
48%
| Dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar |
7.
|
19 (1)
| SKPKB/T, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan kurang bayar terlambat dibayar |
2%
| Per bulan, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar |
8.
|
19 (2)
| Mengangsur atau menunda |
2%
| Per bulan, bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan |
9.
|
19 (3)
| Kekurangan pajak akibat penundaan SPT |
2%
| Atas kekurangan pembayaran pajak |
Kenaikan
|
1.
|
8 (5)
| Pengungkapan ketidak benaran SPT setelah lewat 2 tahun sebelum terbitnya SKP |
50%
| Dari pajak yang kurang dibayar |
2.
|
13 (3)
| Apabila:
SPT tidak disampaikan sebagaimana disebut dalam surat teguran,
PPN/PPnBM yang tidak seharusnya dikompensasikan atau tidak tarif 0%,
tidak terpenuhinya Pasal 28 dan 29 |
|
|
|
| a. PPh yang tidak atau kurang dibayar |
50%
| Dari PPh yang tidak/kurang dibayar |
|
| b. tidak/kurang dipotong/ dipungut/ disetorkan |
100%
|
Dari PPh yang tidak/kurang dipotong/dipungut
|
|
| c. PPN/PPnBM tidak atau kurang dibayar |
100%
| Dari PPN/PPnBM yang tidak atau kurang dibayar |
3.
|
15 (2)
| Kekurangan pajak pada SKPKBT |
100%
|
Dari jumlah kekurangan pajak tersebut
|
|
|
|
|
| B. |
Keberatan
Wajib Pajak
mempunyai hak untuk mengajukan keberatan atas suatu ketetapan pajak
dengan mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal
Pajak paling lambat 3 bulan sejak tanggal surat ketetapan, dan atas
keberatan tersebut Direktur Jenderal Pajak akan memberikan keputusan
paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat
keberatan diterima.
Syarat pengajuan keberatan adalah : |
|
| - |
Mengajukan
surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor
Pelayanan Pajak setempat atas SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN, dan Pemotongan
dan Pemungutan oleh pihak ketiga.
|
|
| - |
Diajukan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak
terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan menyebutkan
alasan-alasan yang jelas.
|
|
| - |
Keberatan harus
diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak surat ketetapan pajak,
kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak
dapat dipenuhi karena di luar kekuasaannya.
|
|
| - |
Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan di atas tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.
|
| C. |
Banding
Apabila Wajib
Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas keberatan
yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke
Badan Peradilan Pajak. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam
bahasa Indonesia dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima
dilampiri surat Keputusan Keberatan tersebut. Terhadap 1 (satu)
Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding. Perlu diketahui bahwa Wajib
Pajak yang mengajukan banding harus membayar minimal 50% dari utang
pajak yang diajukan banding. Pengadilan Pajak harus menetapkan putusan
paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Surat Banding diterima.
Apabila putusan
Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh Banding, maka
kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga
sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan.
|
| D. |
Peninjauan Kembali (PK)
Apabila Wajib
Pajak masih belum puas dengan Putusan Banding, maka Wajib Pajak masih
memiliki hak mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung.
Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada
Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak.
Pengajuan
permohonan PK dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan
terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak
putusan Hakim Pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap atau
ditemukannya bukti tertulis baru atau sejak putusan banding dikirim.
Mahkamah Agung mengambil keputusan dalam jangka wkatu 6 (enam) bulan sejak permohonan PK diterima.
|
VII.
|
PENAGIHAN
Apabila WP
tidak membayar pajak terutang sesuai dengan jangka waktu yang telah
ditentukan dalam STP, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, Putusan Banding, maka DJP dapat melakukan tindakan
penagihan. Proses penagihan dimulai dengan Surat Teguran dan dilanjutkan
dengan Surat Paksa. Dalam hal WP tetap tidak membayar tagihan pajaknya
maka dapat dilakukan penyitaan dan pelelangan atas harta WP yang disita
tersebut untuk melunasi pajak yang tidak/belum dibayar.
Adapun jangka waktu proses penagihan sebagai berikut :
-
|
Surat Teguran
diterbitkan apabila dalam jangka 7 (tujuh) hari dari jatuh tempo
pembayaran Wajib Pajak tidak membayar utang pajaknya.
|
-
|
Surat Paksa
diterbitkan dalam jangka 21 (dua puluh satu) hari setelah Surat Teguran
apabila Wajib Pajak tetap belum melunasi utang pajaknya.
|
-
|
Sita dilakukan dalam jangka waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa disampaikan.
|
-
|
Lelang
dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman
lelang. Sedangkan pengumuman lelang dilakukan paling singkat 14 (empat
belas) hari setelah penyitaan.
|
|
|
DJP dapat
melakukan pencegahan dan penyanderaan terhadap Wajib Pajak/penanggung
pajak yang tidak kooperatif dalam membayar hutang pajaknya.
|
VIII.
|
HAK-HAK WP LAINNYA
|
| - | Kerahasiaan Wajib Pajak
Wajib Pajak
mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas segala
sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat Jenderal
Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Disamping itu pihak
lain yang melakukan tugas di bidang perpajakan juga dilarang
mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga ahli, sepert ahli
bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak
untuk membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan.
Kerahasiaan Wajib Pajak antara lain :
-
| Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak; |
-
| Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia; |
-
| Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku. |
|
| - |
Namun demikian
dalam rangka penyidikan, penuntutan atu dalam rangka kerjasama dengan
instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertuils dari atau
tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak
tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
|
| - | Penundaan Pembayaran
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan menunda pembayaran pajak.
|
| - | Pengangsuran Pembayaran
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan mengangsur pembayaran pajak.
|
| - | Penundaan Pelaporan SPT Tahunan
Dengan
alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat menyampaikan perpanjangan
penyampaian SPT Tahunan baik PPh Badan maupun PPh Pasal 21.
|
| - | Pengurangan PPh Pasal 25
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25.
|
| - | Pengurangan PBB
Wajib Pajak
orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada
hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-sebab tertentu lainnya
serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam dan juga bagi
Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela
kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan pengurangan atas pajak
terutang.
|
| - | Pembebasan Pajak
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan atas pemotongan/ pemungutan pajak penghasilan.
|
| - | Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak
Wajib Pajak
yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak Patuh dapat
diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam
jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak
tanggal permohonan.
|
| - | Pajak Ditanggung Pemerintah
Dalam rangka
pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana
pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima
oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh
pemerintah.
|
| - | Insentif Perpajakan
Di bidang PPN,
untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan
fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP tertentu yang
dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api, Pesawat Udara,
Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI. Perusahaan yang melakukan
kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas
PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.
|
IX.
|
INFORMASI LEBIH LANJUT
Apabila anda
ingin mengetahui lebih lanjut tentang perpajakan, anda dapat menghubungi
Kantor Wilayah, KPP dan KP4 terdekat. Anda juga dapat mengakses Web
Site DJP dengan alamat www.pajak.go.id untuk mengetahui ketentuan
perpajakan yang berlaku.
|
X.
|
PELAYANAN DAN KELUHAN
Sampaikan keluhan, kritik dan saran anda atas pelayanan Direktorat Jenderal Pajak secara langsung ke Kotak Pos 111 JKTM 12700.
Sampaikan
keluhan, Kritik dan sarana anda atas pelayanan Direktorat Jenderal Pajak
melalui Komisi Ombudsman Nasional, Jl. Adityawarman No. 43 Kebayoran
Baru Jakarta 12160 telepon (021) 7258574-78 fax (021) 7258579.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar