Pokok-pokok Perubahan KUP 2007
I.
DASAR HUKUM
Undang-undang
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan diundangkan pertama kali
dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan. Undang-undang ini mulai
berlaku sejak 1 januari 1984.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
telah mengalami tiga kali perubahan, yaitu:
1. Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1994, mulai berlaku sejak
1 januari 1995.
2. Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2000, mulai berlaku sejak 1 januari 2001.
3. Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007, mulai berlaku sejak 1 januari 2008.
Pada
tahun 2009 terbit Undang-Undang nomor 16 tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat
Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan Menjadi Undang-Undang.Undang-undang ini diterbitkan dalam rangka
menghadapi dampak krisis keuangan global, seningga sangat mendesak untuk
memperkuat basis perpajakan nasional guna mendukung penerimaan negara dari
sektor perpajakan yang lebih stabil.
Pelaksanaan Pasal 37A ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 sangat
efektif untuk memperkuat basis perpajakan nasional, sehingga perlu memperpanjang
jangka waktu pelaksanaan ketentuan Pasal 37A ayat (1) Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007.
II.
POKOK-POKOK
PERUBAHAN KUP
Pokok-pokok
perubahan mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang diatur dalam UU
nomor 28 tahun 2007 adalah meliputi:
1.
Definisi (pasal 1)
Beberapa
definisi disesuaikan dan ditambah, seperti definisi pajak, bukti permulaan, pemeriksaan bukti permulaan, penyidik,
putusan gugatan, putusan peninjauan kembali, surat keputusan pemberian imbalan
bunga, tanggal dikirim, dan tanggal diterima.
2.
Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak (pasal 2)
Menegaskan bahwa hak dan kewajiban
perpajakan Wajib Pajak dimulai sejak Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif
dan persyaratan objektif, dan bukan sejak diberikannya Nomor Pokok Wajib Pajak. Wajib Pajak yang mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP
selama 1 (satu) tahun sejak diberlakukannya UU KUP baru, diberikan penghapusan
sanksi administrasi atas kewajiban perpajakan sebelumnya yang belum
dilaksanakan.
Ketentuan sebelumnya
:
[1]
Kewajiban perpajakan dimulai sejak WP
memenuhi persyaratan subjektif dan objektif belum diatur secara tegas.
[2]
Wanita kawin yang dapat memperoleh NPWP
hanya wanita kawin yang “hidup terpisah” atau “pisah penghasilan dan harta
secara tertulis” dari suaminya.
Perubahan :
[1]
Diatur secara tegas bahwa kewajiban
perpajakan WP dimulai sejak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.
[2]
Wanita kawin yang tidak pisah harta dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh
NPWP sebagai sarana untuk memenuhi hak dan kewajiban perpajakan atas namanya
sendiri.
3. Surat Pemberitahuan - SPT (pasal 3)
Pengambilan,
penyampaian, dan penandatanganan
SPT
dapat dilakukan secara elektronik atau stempel. Batas akhir penyampaian
SPT Tahunan PPh
untuk WP orang pribadi paling lambat tiga bulan setelah akhir Tahun Pajak,
sedangkan untuk Wajib Pajak badan paling lambat empat bulan setelah akhir Tahun
Pajak. Perpanjangan
jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh paling lama dua bulan, dengan cara
menyampaikan SPT secara tertulis.
Wajib
pajak dapat membetulkan SPT yang telah disampaikan sampai dengan batas waktu
daluwarsa, dengan cara menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat belum
dilakukan pemeriksaan. Pembetulan atas SPT
Tahunan PPh untuk tahun 2006 dan sebelumnya yang dilakukan pada tahun pertama berlakunya
UU ini, diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi. Wajib
Pajak yang alpa tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya
tidak benar, jika dilakukan untuk yang pertama kalinya, maka dikenakan sanksi
administrasi sebesar 200% dari pajak yang tidak atau kurang dibayar.
Ketentuan sebelumnya :
[1] Pengambilan, pengisian, penandatanganan, dan
penyampaian SPT hanya secara manual.
[2]
Batas akhir penyampaian semua SPT
Tahunan PPh paling lambat 3 bulan sejak akhir Tahun Pajak.
[3] Perpanjangan SPT dengan permohonan dan harus
dengan persetujuan Dirjen Pajak.
Perubahan :
[1]
Pengambilan, pengisian, penandatanganan,
dan penyampaian SPT dapat secara manual dan elektronik.
[2]
Batas akhir penyampaian SPT Tahunan PPh
badan paling lambat 4 bulan sejak akhir Tahun Pajak.
[3]
Perpanjangan jangka waktu penyampaian
SPT cukup dengan pemberitahuan
4.
Sanksi Administrasi (pasal 7)
Sanksi
administrasi berupa denda atas keterlambatan penyampaian Surat Pemberitahuan
diubah.
Ketentuan sebelumnya :
Denda keterlambatan atau tidak
menyampaikan SPT:
[1]
SPT Masa Rp 50 ribu;
[2]
SPT Tahunan Rp 100 ribu.
Perubahan :
[1]
SPT Tahunan PPh orang pribadi Rp 100
ribu;
[2]
SPT Tahunan PPh badan Rp 1 juta;
[3]
SPT Masa PPN Rp 500 ribu;
[4]
SPT Masa Lainnya Rp 100 ribu.
5.
Pembetulann
Pajak (pasal 8)
Ketentuan sebelumnya :
[1]
Paling lama 2 (dua) tahun setelah Masa
Pajak, Bagian Tahun Pajak, Tahun Pajak, sepanjang belum dilakukan pemeriksaan.
[2]
Sanksi administrasi pembetulan SPT
dengan kemauan Wajib Pajak sendiri setelah Pemeriksaan tetapi belum dilakukan
penyidikan 200%.
Perubahan :
[1]
Sampai dengan daluwarsa, kecuali untuk
SPT Rugi atau SPT Lebih Bayar paling lama 2 tahun sebelum daluwarsa, sepanjang
belum dilakukan pemeriksaan.
[2]
Sanksi administrasi atas pembetulan SPT
dengan kemauan Wajib Pajak sendiri setelah Pemeriksaan tetapi belum dilakukan
penyidikan 150%.
6.
Pembayaran Pajak (pasal 9 dan
pasal 10)
Pajak
yang telah dibayar atau disetor dengan Surat Setoran Pajak pada tempat
pembayaran yang ditentukan merupakan pembayaran pajak yang sah apabila telah
disahkan oleh Pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila
telah mendapatkan validasi.
Kekurangan
pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan harus dibayar lunas
sebelum Surat Pemberitahuan disampaikan, danpelunasan ketetapan pajak harus
dilakukan dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterbitkan. Untuk Wajib
Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, dapat diperpanjang paling
lama menjadi dua bulan.
Ketentuan sebelumnya :
[1]
Pembayaran pajak yang dianggap sah belum
diatur secara tegas. (Pasal 10)
[2]
Kekurangan pajak berdasarkan SPT Tahunan
dibayar paling lambat tanggal 25 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun pajak.
(Pasal 9)
[3]
Jangka waktu pelunasan surat ketetapan
pajak untuk semua Wajib Pajak paling lama 1 bulan. (Pasal 9)
Perubahan :
[1] Penegasan bahwa pembayaran pajak di tempat
yang ditentukan Menteri Keuangan adalah sah apabila telah disahkan oleh pejabat
pada tempat pembayaran tersebut. (Pasal 10)
[2] Kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT
Tahunan paling lambat sebelum SPT disampaikan. (Pasal 9)
[3]
Jangka waktu pelunasan surat ketetapan
pajak untuk Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu paling
lama 2 bulan. (Pasal 9)
7.
Penetapan dan Ketetapan
Tidak semua SPT Lebih Bayar harus dilakukan
pemeriksaan terlebih dahulu. Misalnya untuk Wajib Pajak Patuh dan Wajib Pajak
yang memenuhi persyaratan tertentu yang diberikan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak paling lambat tiga bulan sejak permohonan diterima secara
lengkap untuk PPh, dan paling lambat satu bulan sejak permohonan diterima
secara lengkap untuk PPN.
berikut ini dasar perlakuannya:
pasal 13A (Sanksi Administrasi
Berupa Kenaikan)
Ketentuan sebelumnya :
·
Sanksi administrasi untuk kealpaan yang pertama dilakukan
Wajib Pajak, tidak diatur.
Perubahan :
·
Kealpaan tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi
isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dapat merugikan negara yang dilakukan
pertama kali tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai sanksi administrasi
berupa kenaikan sebesar 200% dari pajak yang kurang dibayar.
pasal 14 (Dasar Penerbitan STP)
Ketentuan sebelumnya :
[1]
Pelaporan faktur pajak yang tidak sesuai
dengan masa penerbitan tidak diatur.
[2]
Pengusaha yang gagal berproduksi dan
telah mengkreditkan Faktur Pajak Masukan tidak diatur khusus.
[3]
Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai
PKP tetapi membuat Faktur Pajak dikenai sanksi administrasi dengan STP.
Perubahan :
[1]
Pengusaha Kena Pajak melaporkan Faktur
Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak dikenai sanksi.
[2] Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi
dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan diwajibkan membayar kembali.
[3]
Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai
PKP tetapi membuat Faktur Pajak, tidak dikenai sanksi administrasi tetapi
dikenai sanksi pidana.
pasal 16 (Pembetulan Ketetapan
Pajak)
Ketentuan sebelumnya :
[1]
Yang dapat dibetulkan adalah SKP, STP,
SK Keberatan, SK Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, SK
Pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar atau SKPPKP.
[2]
Jangka waktu penyelesaian paling lama 12
bulan.
Perubahan :
[1]
Menambahkan produk hukum yang dapat
dibetulkan, yaitu SK Pembetulan, Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
[2]
Memecah produk hukum yang dapat
dibetulkan, yaitu SK Pengurangan atau Pembatalan ketetapan pajak menjadi SK
Pengurangan Sanksi Administrasi dan SK Penghapusan Sanksi Administrasi serta SK
Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak menjadi SK Pengurangan Ketetapan
Pajak dan SK Pembatalan Ketetapan Pajak.
[3]
Jangka waktu penyelesaian paling lama 6
bulan.
[4]
Apabila permintaan WP ditolak atau
diterima sebagian, diberikan alasan.
pasal 17B (Penyelesaian SPT LB)
Ketentuan sebelumnya :
·
Batas akhir pemeriksaan SPT LB bagi Wajib Pajak yang
dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tidak diatur khusus.
Perubahan :
·
Batas akhir pemeriksaan SPT LB tertunda bila WP terhadap
dilakukan pemeriksaan bukti permulaan.
Pasal 17C & 17D (Percepatan
Restitusi)
Ketentuan sebelumnya :
·
Hanya untuk Wajib Pajak Patuh. (paling lama 3 bulan untuk
PPh dan 1 bulan untuk PPN)
Perubahan :
[1]
Untuk Wajib Pajak Patuh; dan
[2] Untuk Wajib Pajak dengan persyaratan tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan (WP beresiko rendah, seperti
pengusaha kecil dan Wajib Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan dari
satu pemberi kerja)
8.
Restitusi PPN atas Barang Bawaan bagi Turis Asing (pasal 17E)
Turis
manca negara yang bukan subjek pajak dalam negeri yang melakukan pembelian
barang di dalam negeri untuk dikonsumsi di luar negeri, dapat diberikan
pengembalian Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar.
Ketentuan sebelumnya :
·
Tidak diatur
Perubahan :
·
Dapat diberikan Restitusi PPN atas pembelian barang bawaan
oleh wisatawan mancanegara.
9.
Daluwarsa Penetapan dan Penagihan (pasal 13
dan pasal 22)
Daluwarsa penetapan; Daluwarsa penetapan pajak
dipersingkat dari sepuluh tahun menjadi lima tahun sejak Masa Pajak, Bagian
Tahun Pajak atau Tahun Pajak. Daluwarsa penetapan tersebut dapat melampaui lima
tahun sejak Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, apabila Wajib
Pajak terbukti melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana
lainnya yang dapat merugikan pendapatan negara. Daluwarsa penagihan pajak dipersingkat
dari sepuluh tahun sejak Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak
menjadi lima tahun yang dihitung sejak penerbitan ketetapan pajak.
Ketentuan sebelumnya :
·
Untuk penetapan dan penagihan: 10 (sepuluh) tahun sejak
akhir Masa Pajak atau Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.
Perubahan :
[1]
Untuk penetapan: 5 (lima) tahun sejak
akhir Masa Pajak atau Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.
[2]
Untuk penagihan: 5 (lima) tahun sejak
penerbitan penetapan pajak.
10. Hak Mendahulu (pasal 21)
Hak
mendahulu untuk melakukan penagihan pajak atas barang-barang milik penanggung
pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, yang selama ini dibatasi selama
dua tahun, diubah menjadi sampai dengan daluwarsa penagihan pajak.
Ketentuan sebelumnya :
·
Hak mendahulu untuk melakukan penagihan pajak atas
barang-barang milik Penanggung Pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya.
Selama ini dibatasi 2 tahun setelah penyampaian Surat Paksa.
Perubahan :
·
Hak mendahulu diubah menjadi sampai dengan daluwarsa
penagihan pajak.
11. Gugatan (pasal 23)
Menambah
objek gugatan yang dapat diajukan Wajib Pajak ke Pengadilan Pajak, yaitu: keputusan pencegahan
dalam rangka penagihan pajak, dan penerbitan
surat ketetapan pajak atau keputusan keberatan keberatan yang tidak sesuai
prosedur.
Ketentuan sebelumnya :
Yang dapat digugat (objek gugatan):
[1] Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
[2]
Semua Keputusan selain Pasal 25 dan
Pasal 26;
[3]
Pasal 16 dan Pasal 36 yang berkaitan
dengan STP.
Perubahan :
Ditambahkan:
[1] KePutusan Pencegahan dalam rangka penagihan
pajak.
[2] Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat
Keputusan Keberatan yang tidak sesuai dengan prosedur.
12. Keberatan (pasal 25)
Keberatan
harus diajukan paling lama tiga bulan sejak tanggal dikirim SKP. Diatur tata
cara mengenai permohonan dan penyelesaian keberatan, antara lain Wajib Pajak
diberi kesempatan hadir untuk memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan
mengenai permohonan keberatannya. Wajib Pajak yang mengajukan keberatan,
pelunasan SKPKB atau SKPKBT-nya tertunda sampai dengan diterbitkannya keputusan
keberatan. Apabila keputusan keberatan menyatakan terdapat pajak yang kurang
atau tidak dibayar, maka atas kekurangannya dikenakan sanksi 50%. Namun bila
Wajib Pajak banding, sanksi 50% tersebut tidak dikenakan.
Ketentuan sebelumnya :
[1]
Proses penyelesaian keberatan belum
diatur.
[2] Keberatan diajukan harus dalam jangka waktu 3
bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak.
[3]
Data/informasi yang dapat dipertimbangkan
dalam penyelesaian keberatan tidak diatur secara khusus.
[4]
Keberatan tidak menunda kewajiban
pembayaran dan penagihan pajak.
Perubahan :
[1]
Wajib Pajak berhak untuk memperoleh
hasil penelitian keberatan dan hadir untuk memberikan keterangan dan menerima
penjelasan dalam pembahasan keberatan.
[2]
Keberatan diajukan harus dalam jangka
waktu 3 bulan sejak surat ketetapan pajak dikirim.
[3]
Data/informasi yang pada saat
pemeriksaan masih berada pada pihak ketiga, dapat dipertimbangkan.
[4]
Wajib Pajak membayar ketetapan pajak paling sedikit sejumlah pajak yang
disetujui oleh Wajib Pajak.
[5]
Jangka waktu pelunasan pajak tertangguh.
[6]
Jumlah pajak yang diajukan keberatan
belum merupakan utang pajak.
[7]
Apabila Wajib Pajak kalah dan masih
harus membayar kekurangan pajak, dikenai denda 50%.
13. Banding (pasal 27)
Wajib
Pajak yang mengajukan banding, pelunasan terhadap SK Keberatan tertunda sampai
dengan diterbitkannya Putusan Banding. Saat banding, Wajib Pajak dapat meminta
alasan DJP mengenai alasan ditolak atau dikabulkan sebagian pengajuan
keberatannya. Apabila
putusan banding menyatakan terdapat pajak yang kurang atau tidak dibayar, maka
atas kekurangannya dikenakan sanksi 100%.
Ketentuan sebelumnya :
[1]
mengenai banding tidak diatur secara
khusus
Perubahan :
[1]
Jumlah pajak yang diajukan banding belum
merupakan utang pajak sehingga tidak ditagih dengan surat paksa. (pasal 27)
[2]
Apabila Wajib Pajak kalah, dikenai denda
sebesar 100% dari pajak yang belum dilunasi. (pasal 27)
[3] Wajib Pajak berhak memperoleh keterangan
secara tertulis mengenai dasar keputusan keberatan. (pasal 27)
14. Pembukuan atau Pencatatan (pasal 28)
Memperjelas
dan mempertegas peraturan yang berkaitan dengan kewajiban menyelenggarakan
pembukuan atau pencatatan, yaitu Wajib Pajak wajib menyelenggarakan dan
menyimpan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, dan menambah ketentuan bagi
Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan secara elektronik atau secara
program aplikasi on-line, juga wajib menyimpan softcopy di Indonesia selama 10
tahun.
Ketentuan sebelumnya :
·
Kewajiban menyimpan data pembukuan yang dikelola secara
elektronik belum diatur.
Perubahan :
·
Wajib Pajak yang melakukan pembukuan secara elektronik atau
program aplikasi online wajib menyimpan soft copy di Indonesia selama 10 tahun.
15. Pemeriksaan (pasal 29)
Pemeriksa
pajak dapat melakukan penyegelan terhadap barang bergerak atau tidak bergerak. Penghasilan kena pajak Wajib Pajak orang
pribadi dapat dihitung secara jabatan, apabila Wajib Pajak pada saat diperiksa
tidak menyampaikan data-data yang diminta pemeriksa pajak. Dokumen dalam rangka
pemeriksaan pajak wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak paling lambat satu bulan
sejak permintaan disampaikan.
Ketentuan sebelumnya :
[1]
Pemeriksa Pajak dapat melakukan penyegelan barang bergerak atau tidak bergerak
belum diatur secara tegas.
[2]
Prosedur pemeriksaan belum diatur secara
tegas di dalam batang tubuh Undang-Undang.
[3]
Keharusan penyampaian pemberitahuan
hasil pemeriksaan dan pembahasan akhir (closing conference) hanya diatur dalam
Keputusan Menteri Keuangan.
Perubahan :
[1] Pemeriksa Pajak dapat melakukan penyegelan
barang bergerak atau tidak bergerak diatur secara tegas.
[2] Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak
meminjamkan atau memperlihatkan dokumen yang diperlukan dalam pemeriksaan,
pajaknya dapat dihitung secara jabatan.
[3] Dokumen untuk pemeriksaan wajib dipenuhi
paling lambat satu bulan.
[4] Prosedur pemeriksaan mengenai
penyampaian pemberitahuan hasil pemeriksaan dan hak WP untuk hadir dalam
pembahasan akhir (closing conference), dimuat dalam batang tubuh UU.
[5] Bila pemeriksaan tidak memenuhi
prosedur ini, maka hasil pemeriksaan dibatalkan.
16. Akses Data Perpajakan (pasal 29A
dan pasal 35A)
Menambah
ketentuan yang mengatur kewajiban bagi setiap instansi pemerintah, lembaga,
asosiasi, dan pihak lainnya untuk memberikan data dan informasi yang berkaitan
dengan perpajakan.
Ketentuan sebelumnya :
·
Belum diatur secara tegas, Terbatas pada adanya kegiatan
pemeriksaan pajak.
Perubahan :
[1]
Wajib Pajak Go-Public yang laporan
keuangannya Wajar Tanpa Pengecualian, dapat dilakukan pemeriksaan cukup dengan
pemeriksaan kantor apabila Wajib Pajak tersebut termasuk dalam kriteria yang
harus diperiksa. (pasal 29A)
[2]
Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lainnya wajib
memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktur
Jenderal Pajak; (pasal 35A)
[3]
Apabila kewajiban tersebut tidak
dilaksanakan dikenakan sanksi pidana penjara dan denda. (pasal 35A)
17. Pengurangan dan Pembatalan
Direktur Jenderal Pajak (pasal 36)
Sanksi
administrasi dapat dikurangkan atau dihapuskan karena kekhilafan atau bukan
karena kesalahan WP.
Ketentuan sebelumnya :
[1]
Dilakukan terhadap ketetapan pajak yang
tidak benar;
[2]
Jangka waktu penyelesaian paling lama 12
bulan.
Perubahan :
[1]
Mengurangkan atau membatalkan surat
ketetapan pajak yang tidak benar;
[2]
Mengurangkan atau membatalkan STP yang
tidak benar;
[3]
Membatalkan hasil pemeriksaan atau surat
ketetapan pajak yang dilaksanakan tidak sesuai dengan prosedur;
[4]
Batas akhir Jangka waktu penyelesaian
paling lama 6 bulan.
18. Imbalan Bunga (pasal 27A)
Kelebihan
pembayaran pajak sebagai akibat dari keputusan keberatan, putusan banding dan
putusan peninjauan kembali, serta keputusan pembetulan, keputusan pengurangan
atau pembatalan ketetapan pajak, dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga 2%
per bulan untuk paling lama 24 bulan.
Ketentuan sebelumnya :
·
Surat Keputusan Keberatan dan putusan banding yang
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, diberikan imbalan bunga sebesar 2% per
bulan untuk paling lama 24 bulan, hanya atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB) dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).
Perubahan :
·
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan,
Surat Keputusan Pengurangan dan Surat Keputusan Pembatalan atas surat ketetapan
pajak dan Surat Tagihan Pajak, serta Surat Keputusan Keberatan, putusan
banding, putusan Peninjauan Kembali atas surat ketetapan pajak, yang
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, diberikan imbalan bunga sebesar 2% per
bulan untuk paling lama 24 bulan.
19. Sanksi Bagi Petugas Pajak (pasal 36A)
Mengubah
ancaman sanksi bagi Petugas pajak, yaitu bila
terbukti
melakukan pemerasan dan pengancaman kepada WP diancam dengan pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Ketentuan sebelumnya :
·
Sanksi bagi petugas pajak yang melakukan penyalahgunaan
wewenang diatur secara umum.
Perubahan :
[1]
Pegawai pajak yang karena kelalaiannya
atau dengan sengaja menghitung atau menetapkan pajak tidak sesuai dengan
ketentuan undang-undang perpajakan dikenai sanksi.
[2]
Pegawai pajak yang dengan sengaja
bertindak di luar kewenangannya dapat diadukan ke unit internal Departemen
Keuangan dan dikenai sanksi.
[3]
Pegawai pajak yang terbukti melakukan
pemerasan dan pengancaman kepada Wajib Pajak untuk menguntungkan diri sendiri
dipidana berdasarkan KUHP.
[4]
Pegawai pajak yang memaksa seseorang
untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran, atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, dipidana berdasarkan UU Tipikor.
[5]
Pegawai pajak tidak dapat dituntut, baik
secara perdata maupun pidana, apabila dalam melaksanakan tugasnya didasarkan
pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
20. Kode Etik Bagi Petugas Pajak (pasal 36B)
Pegawai
Direktorat Jenderal Pajak wajib mematuhi Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal
Pajak, serta pengawasan dan pengaduan pelanggaran Kode Etik Pegawai DJP
dilaksanakan oleh Komite Kode Etik.
Ketentuan sebelumnya : Diatur dengan
Keputusan Menteri Keuangan.
Perubahan :
[1]
Pegawai DJP wajib mematuhi Kode Etik.
[2]
Pelaksanaan dan penampungan pengaduan
pelanggaran Kode Etik dilaksanakan oleh Komite Kode Etik yang ketentuannya
diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
21. Komite Pengawas Perpajakan (pasal 36C)
Menteri
Keuangan membentuk komite pengawasan di bidang perpajakandalam rangka
pengawasan perpajakan.
Ketentuan sebelumnya : Tidak diatur.
Perubahan :
·
Menteri Keuangan membentuk komite pengawas perpajakan, yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
22. Sunset Policy (pasal 37A)
Ketentuan sebelumnya : Tidak diatur.
Perubahan :
[1]
WP yang membetulkan SPT Tahunan sebelum
tahun pajak 2007 selama masa 1 (satu) tahun setelah diberlakukannya UU, diberikan
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi.
[2] Wajib Pajak Orang Pribadi yang dengan
sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1 (satu) tahun
setelah diberlakukannya UU ini diberi kemudahan:
[2.a.]
diberikan penghapusan sanksi
administrasi
[2.b.]
Tidak dilakukan pemeriksaan pajak
kecuali terdapat data yang menyatakan bahwa SPT Wajib Pajak tidak benar.
23. Ketentuan Pidana (pasal 39A
dan pasal 41A)
Bentuk
ancaman sanksi pidana pajak yang sebelumnya hanya mengatur tentang pidana
maksimal, beberapa ketentuan pidana pajak diubah menjadi pidana minimal dan
maksimal.
Ketentuan sebelumnya :
[1] Pidana atas penerbit dan pengedar Faktur
Pajak fiktif dan setoran pajak fiktif belum diatur.
[2] Belum mengatur kewajiban memberikan data dan
informasi kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Perubahan :
[1] Penerbit, pengguna, pengedar Faktur Pajak
fiktif, dan/atau bukti pemungutan dan/atau bukti pemotongan pajak fiktif
(bermasalah), diancam pidana penjara dan pidana denda; (pasal 39A)
[2] Setiap orang dari asosiasi, instansi dan
lembaga Pemerintah, dan pihak ketiga yang tidak melaksanakan kewajiban
memberikan data dan informasi kepada Direktorat Jenderal Pajak, termasuk pihak
yang menyebabkan tidak terpenuhinya data dan informasi dimaksud dikenai sanksi
pidana. (pasal 41A)
24. Ketentuan Penyidikan (pasal 44)
Wewenang
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dilakukan oleh Penyidik PNS
di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
Wewenangnya adalah melakukan penggeledahan dan penyitaan dalam arti yang
lebih luas, yaitu penyitaan terhadap barang bergerak maupun tidak bergerak
milik Wajib Pajak, Penanggung Pajak, dan atau pihak atau pihak-pihak lainnya
yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Ketentuan sebelumnya :
·
Belum dijelaskan secara tegas mengenai Penyidik Pegawai
Negeri Sipil dan hal-hal yang dapat dilakukan penyitaan.
Perubahan :
[1]
Yang menyidik hanya Penyidik Pegawai
Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
[2]
Penyitaan dilakukan terhadap barang
bergerak maupun tidak bergerak termasuk rekening bank, piutang, dan surat
berharga, milik Wajib Pajak, Penanggung Pajak, atau pihak-pihak lain yang telah
ditetapkan sebagai tersangka.
III.
HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
1.
Kewajiban
Wajib Pajak
a) kewajiban mendaftarkan diri
Sesuai dengan sistem self assessment maka Wajib
Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke KPP atau KP2KP yang
wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Disamping melalui KPP
atau KP2KP, pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan melalui e-registration (e-reg), yaitu suatu cara
pendaftaran NPWP melalui media elektronik on-line (internet).
Bagi Wajib Pajak yang telah
memiliki NPWP, wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) oleh KPP
atau KP2KP apabila telah memenuhi persyaratan tertentu. Syarat untuk dikukuhkan
sebagai PKP adalah pengusaha orang pribadi atau badan tersebut melakukan
penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak dengan jumlah peredaran
bruto/penerimaan bruto (omzet) melebihi Rp. 4.800.000.000,- setahun. Wajib
Pajak yang tidak memenuhi persyaratan tersebut, dapat juga melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Bagi pengusaha yang telah dikukuhkan
sebagai PKP, diwajibkan untuk memungut PPN dari setiap pembeli/pemakai jasanya
dengan menerbitkan faktur pajak. PPN yang sudah dipungut, kemudian dilaporkan
dalam laporan bulanan (SPT Masa) dan apabila ternyata ada PPN yang harus
disetor ke bank atau kantor pos, maka harus disetor terlebih dahulu sebelum
dilaporkan ke ke KPP tempat Wajib Pajak tersebut terdaftar. KPP atau KP2KP akan
melakukan penelitian mengenai keberadaan dan kegiatan usaha di tempat usaha
Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai PKP tersebut.
b) Kewajiban pembayaran, pemotongan/pemungutan, dan
pelaporan pajak
Wajib Pajak (orang pribadi atau badan) dalam melaksanakan
kewajiban perpajakannya harus sesuai dengan sistem self assessment, yaitu wajib
melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang.
c) Kewajiban dalam hal diperiksa
Untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya, Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan
terhadap Wajib Pajak. Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dalam rangka
menjalankan fungsi pengawasan terhadap Wajib Pajak yang bertujuan untuk
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Kewajiban
Wajib Pajak yang diperiksa adalah :
1) Memenuhi
panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang
ditentukan khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor.
2) Memperlihatkan
dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang Menjadi dasarnya, dan dokumen
lain termasuk data yang dikelolah secara elektronik, yang berhubungan dengan
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau
objek yang terutang pajak. Khusus untuk Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib
memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelolah
secara elektronik.
3) Memberikan
kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi
bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan.
4) Menyampaikan
tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.
5) Meminjamkan
kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik khususnya untuk jenis
Pemeriksaan Kantor.
6) Memberikan
keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.
d) Kewajiban memberi data
Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan
pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan
perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur pada Pasal
35A UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Sebagaimana Telah Diubah Dengan UU Nomor 16 Tahun 2009.
Dalam rangka pengawasan kepatuhan pelaksanaan
kewajiban perpajakan sebagai konsekuensi penerapan sistem self assessment, data
dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan yang bersumber dari instansi
pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain sangat diperlukan oleh Direktorat
Jenderal Pajak. Data dan informasi dimaksud adalah data dan informasi orang
pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran
usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi
mengenai nasabah debitur, data transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu
kredit, serta laporan keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan
kepada instansi lain di luar Direktorat Jenderal Pajak.
Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi
kewajiban memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Sedangkan untuk setiap orang
yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak
lain (kewajiban memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan)
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda
paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
2.
Hak Wajib Pajak
1) Hak atas kelebihan
pembayaran pajak
Dalam
hal pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari
jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain
pembayaran pajak yang dibayar atau dipotong atau dipungut lebih besar dari yang
seharusnya terutang, maka Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapatkan kembali
kelebihan tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan
dalam waktu 12 bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap. Untuk Wajib Pajak masuk kriteria Wajib
Pajak Patuh, pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat dilakukan paling
lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak permohonan diterima. Perlu
diketahui pengembalian ini dilakukan tanpa
pemeriksaan. Wajib Pajak dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak melalui dua cara:
a) melalui
Surat Pemberitahuan (SPT)
b) dengan
mengirimkan surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala KPP.
Apabila
Direktorat Jenderal Pajak terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran yang semestinya dilakukan, maka Wajib Pajak
berhak menerima bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan
2)
Hak kerahasiaan bagi wajib pajak
Wajib
Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas segala sesuatu
informasi yang telah disampaikannya kepada
Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan.
Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas di bidang perpajakan juga
dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga ahli, sepert
ahli bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak
untuk membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan.
Kerahasiaan
Wajib Pajak antara lain:
a) Surat
Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen
lainnya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak;
b) Data
dari pihak ketiga yang bersifat rahasia;
c) Dokumen
atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
Namun
demikian dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam rangka kerjasama dengan
instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertuils dari atau tentang
Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan.
3) Hak untuk pengangsuran
atau penundaan pembayaran
Dalam
hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan menunda
pembayaran pajak.
4) Hak untuk penundaan
pelaporan SPT tahunan
Dengan
alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat menyampaikan perpanjangan penyampaian
SPT Tahunan baik PPh Badan maupun PPh Orang Pribadi.
5) Hak untuk pengurangan pph
pasal 25
Dengan
alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan pengurangan besarnya
angsuran PPh Pasal 25.
6) Hak untuk pengurangan
pajak bumi dan bangunan
Wajib
Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada
hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-sebab tertentu lainnya serta
dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam dan juga bagi Wajib Pajak
anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran
pembela kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan pengurangan atas pajak
terutang.
Khusus untuk Pajak
Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang sudah dialihkan ke
Pemerintah Daerah (Kota/Kabupaten), pengurusan untuk pengurangan PBB tidak lagi
di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tetapi di Kantor Dinas Pendapatan
Kota/kabupaten setempat.
7) Hak untuk pembebasan pajak
Dengan
alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan atas
pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan.
8)
Hak pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran
pajak
Wajib
Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak Patuh dapat
diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka
waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal
permohonan.
9) Hak untuk mendapatkan
pajak ditanggung pemerintah
Dalam
rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana
pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas
penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.
10) Hak untuk mendapatkan
insentif perpajakan
Di
bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan
fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan
dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api,
Pesawat Udara, Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI yang diimpor
maupun yang penyerahannya di dalam daerah pabean oleh Wajib Pajak tertentu. Perusahaan
yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat
fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.
IV.
Wewenang Dan Kewajiban Aparat Perpajakan
1.
WewenangAparat Perpajakan:
a) Wewenang
menerbitkan surat ketetapan pajak
Dalam jangka waktu 5 tahun setelah
terhutangnya pajak, atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal
sebagai berikut:
·
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain
pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.
·
Apabila surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat 3 dan setelah ditegur secara
tertulis tidak disampaikan pada waktu sebagaimana ditentukan dalam surat
teguran.
·
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain
mengenai ppn dan ppn-bm ternyata tidak segera dikompensasikan selisih lebih
pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0 %.
·
Apabila kewajiban sebagaiman dimaksud dalam pasal 28 dan 29
tidak terpenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terhutang. KUP : pasal 13 ayat (1).
·
Direkturat Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terhutangnya
pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak,
apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang
terhutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan surat
ketetapan pajak kurang bayar Tambahan. KUP : Pasal 15 ayat (1).
·
Jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan ditambah dengan sangksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 100 % dai jmlah kekurangan pajak tersebut. KUP : Pasal 15
ayat (2).
·
Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Direktur
Jenderal Pajak dapat membetulkan Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak,
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan
Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak,
Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian
Pandahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, Yang
Dalam Penerbitannya Tedapat Kesalahan Tulis, Kesalahan Hitung. Dan atau
kekeliruan penetapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan. KUP : Pasal 16 ayat (1).
b) Wewenang
menerbitkan surat tagihan pajak
Direkturat
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila :
1) Pajak penghasilan tidak atau kurang
dibayar;
2) Dari hasil penelitian terdapat
kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis atau salah hitung;
3) Wajib Pajak dikenakan sanksi
administrasi berupa denda atau bunga;
4) Pengusaha yang telah dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak membuat faktur pajak, atau membuat
faktur pajak tetapi tidak tepat waktu;
5) Pengusaha yang telah dikukuhkan
sebagai pengusaha yang kena pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara
lengkap;
6) Pengusaha Kena Pajak yang melaporkan
faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak.
7) Pengusaha Kena Pajak yang gagal
berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan.
c) Wewenang
Melakukan Penagihan Pajak
1)
Surat
Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat KeputusanKeberatan Putusan
Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang
masih harus dibayar bertmbah, merupakan dasar penagihan pajak.
2)
Tindakan
pelaksanaan pajak yang terhutang sebagaimana tercantum dalam Surat Tagihan
Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan, Keberatan, Putusan
Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak atau
kurang dibayar, setelah lewat jatuh tempo pembayaran pajak yang bersangkutan.
3)
Tindakan
pelaksanaan penagihan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 diawali dengan
mengeluarkan surat teguran oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak setelah tujuh
hari sejak jatuh tempo pembayaran.
d) Wewenang melakukan
pemeriksaan
1)
Dirjen
Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan wajib pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2)
Untuk
keperluan pemeriksaan petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal
pemeriksaan dan dilengkapi dngan surat perintah pemeriksaan serta
memperlihatkannya kepada wajib pajak yang diperiksa.
3)
Pemeriksaan
untuk menguji ketentuan pemenuhan kewajiban perpajakan.
4)
Pemeriksaan
untuk tujuan lain, dilakuakan jika ada indikasi tidak terpenuhinya kewajiban
salah satu ketentuan peraturan perundang –undangan perpajakan.
e) Wewenang melakukan
penyelidikan
1) Penyidikan tindak pidana dibidang
perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat PNS tertentu di lingkungan Dirjen
Pajak diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan.
2) Penyidik memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui
Penyidik Pejabat Polisi Negara RI sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang Acara Pidana.
f) Wewenang
melakukan penyegelan
Direktur
Jenderal Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu
serta barang bergerak dan tidak bergerak, apabila Wajib Pajak tidak memenuhi
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (3).
g) Wewenang melakukan pencegahan dan penyanderaan
Melakukan
pencegahan terhadap Wajib Pajak untuk pergi ke luar negeri didasarkan pada
ketentuan Pasal 29 UU tentang Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP). Pencegahan
dilakukan apabila WP atau Penanggung Pajak mempunyai utang sekurang-kurangnya
Rp 100.000.000,00 dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.
Direktur Jenderal Pajak juga berwenang
melakukan penyanderaan terhadap Wajib Pajak atau
Penangung Pajak didasarkan pada ketentuan Pasal 33 ayat 1 UU PPSP, yaitu apabila masih mempunyai utang
pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp 100.000.000,00 dan diragukan itikad baiknya
dalam melunasi utang pajak.
h) Wewenang mengurangkan
atau menghapuskan sanksi administrasi.
Direktur jenderal pajak karena
jabatan atau atas permohonan wajib pajak dapat :
1) Mengurangkan atau menghapuskan
sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan pajak yang terhutang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal
sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena
kesalahannya;
2) Mengurangkan atau membatalkan Surat
Ketetapan Pajak yang tidak benar;
3) Mengurangkan atau membatalkan Surat
Tagihan Pajak;
4) Membatalkan hasil pemeriksaan pajak
atau surat ketetapan dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan.
2.
Kewajiban Aparat Perpajakan:
a)
Kewajiban menerbitkan surat
ketetapan pajak
·
Direktur
Jendral Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar, apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah
pajak yang terhutang. KUP: Pasal 17
·
Direktur
Jendral Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
Nihil, apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan
jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit
pajak atau tidak ada pembayaran pajak. KUP: PASAL 17 A
·
Direktur
Jendral Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak, selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D, harus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
paling lama 12 bulan setelah sejak surat permohonan diterima secara lengkap.
KUP: Pasl 17B ayat (1).
b)
Kewajiban memberikan keputusan
·
Direktur
Jendral Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal Surat Keberatan
diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. KUP: Pasal 26
ayat (1).
·
Keputusan
Direktur Jendral Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau
sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus
dibayar. KUP: Pasal 26 ayat (3).
c)
Kewajiban memberikan keterangan
Apabila diminta oleh Wajib
Pajak untuk keperluan mengajukan keberaytan, Direktur Jendral Pajak wajib
memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan
pajak, penghitungan rugi pemotongan atau pemungutan pajak. KUP: Pasal 25
ayat (6).
d)
Kewajiban Menjaga Kerahasiaan Data
·
Setiap
pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang dilakukan
yang diketahui kepadanya oleh Wajib Pajak atau pekerjaannya untuk menjalankan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. KUP: Pasal 34 ayat (1).
·
Larangan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang
ditunjuk oleh Direktur Jendral Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan. KUP: Pasal 34 ayat (2).
·
Dikecualikan
dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) adalah:
1) Pejabat dan tenaga ahli yang
bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan.
2)
Pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan untuk memberikan keterangan kepada pejabat
Lembaga Negara atau Instansi Pemerintahan yang berwenang melakukan pemeriksaan
dalam bidang keuangan. KUP: Pasal 34 ayat (2a).
Yuk Coba Keberuntunganmu Setiap Hari... Join Disini Sekarang Kumpulan Berbagai Macam Permainan Taruhan Online Terbaik di Indonesia, Kunjungi Website Kami Di Klik Disini dan Dapatkan Bonus Terbaru 8X 9X 10X win klik disini untuk mendapatkan akun Sabung Ayam anda dan Bonus Berlimpah.
BalasHapus