Hukum Pajak Sektor Publik
1.
HUKUM
PAJAK DI INDONESIA
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan undang-undang (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan
norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif
untuk mencapai kesejahteraan umum. Dasar hukum pemungutan pajak adalah pasal 23A
Amandemen UUD 1945. Lembaga Pemerintah
yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan
Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Hukum pajak adalah hukum yang bersifat public
dalam mengatur hubungan negara dan orang/badan hukum yang
wajib untuk membayar pajak.
Selain itu, hukum pajak diartikan sebagai keseluruhan dari peraturan-peraturan
yang mencakup tentang kewenangan pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang
dan menyerahkan kembali kepada masyarakat melalui uang/kas Negara
Hukum pajak dibedakan menjadi dua bagian,
yaitu :
1. Hukum
pajak formal adalah hukum pajak yang memuat adanya ketentuan-ketentuan dalam
mewujudkan hukum pajak material menjadi kenyataan. Hukum ini memuat antara
lain:
-
Tata cara penyelenggaraan (prosedur)
penetapan suatu utang pajak.
-
Hak-hak fiskus untuk mengadakan
pengawasan terhadap para Wajib Pajak mengenai keadaan, perbuatan, dan peristiwa
yang menimbulkan utang pajak.
-
Kewajiban Wajib Pajak misalnya
menyelenggarakan pembukuan/pencatatan, dan hak-hak Wajib Pajak misalnya
mengajukan keberatan dan banding. Contoh: Ketentuan Hukum Perpajakan.
1)
.
Berikut ini merupakan undang-undang yang memuat hukum pajak formal, yaitu :
a) UU No. 16 tahun 2000 tentang
Ketentuan Umum Dan Tatacara Perpajakan (UU KUP)
b) UU No. 19 tahun 2000 tentang
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (UU PPSP)
c) UU No. 14 tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak
Salah
satu, contoh umumnya dalam hukum pajak formal adalah mengenai seseorang yang
menjadi Wajib Pajak (WP). Hal ini diatur dalam UU KUP. Seseorang WP dalam UU
Kup diatur mengenai cara-cara yang dia tempuh dalam membayar pajaknya. Dimulai
dari mendaftarkan diri ke KPP (Kantor Pelayanan Pajak) setempat untuk
mendapatkan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Kemudian, bagaimana WP menyetorkan
pajaknya dengan SSP (Surat Setoran Pajak) ke bank dan melaporkan SPT (Surat
Pemberitahuan) ke KPP. Semua hal mengenai sistem dan prosedur pajak akan
dibahas dalam hukum pajak formal yang tercantum dalam UU KUP. Selain itu, UU
KUP dapat dikatakan sebagai induk atau dasar dari ketentuan-ketentuan pajak
yang berlaku di Indonesia.
2.
Hukum pajak material adalah hukum pajak yang memuat tentang ketentuan-ketentuan
terhadap siapa yang dikenakan pajak dan siapa yang dikecualikan dengan pajak serta berapa
harus dibayar. norma-norma yang menerangkan keadaan, perbuatan, peristiwa hukum
yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek), berapa
besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya
utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak. Siapa yang dikenakan pajaknya atau
siapa subjek pajaknya. Apa objek yang dikenakan pajaknya. Berapakah besar tarif
pajaknya dan besarnya pajak yang terutang. Berikut ini merupakan contoh-contoh
hukum pajak material secara rinci, diantaranya :
a) UU No. 17 tahun 2000 tentang Pajak
Penghasilan
b) UU No. 18 tahun 2000 tentag Pajak
Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa dan Pajak Atas Penjualan Barang Mewah (PPN
dan PPnBM)
c) UU No. 12 tahun 1994 tentang Pajak
Bumi Dan Bangunan (PBB)
d) UU No. 13 tahun 1985 tentang Bea
Materai
e) UU No. 34 tahun 2000 tentang Pajak
Daerah Dan Retribusi Daerah
f) UU No. 20 tahun 2000 tentang Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
Selain itu,
hukum pajak juga merupakan bagian dari hukum publik. Hal ini
disebabkan karena hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah
dengan wajib
pajak atau warga negara. Meski demikian, walaupun hukum pajak
merupakan bagian dari hukum publik, namun hukum
pajak juga banyak berkaitan dengan hukum
privat, yakni hukum perdata. Hal ini dikarenakan hukum pajak banyak
berkaitan dengan materi-materi perdata seperti kekayaan seseorang atau badan
hukum yang diatur dalam hukum perdata namun menjadi salah satu obyek dalam
hukum pajak.
Keseluruhan
peraturan-peraturan yang meliputi kewenangan pemerintah untuk mengambil
kekayaan seseorang dan menyerahkan kembali kepada masyarakat melalui kas negara
termasuk dalam ruang lingkup pengertian hukum pajak. pajak hubungan hukum
antara negara dengan orang pribadi atau badan yang mempunyai kewajiban membayar
pajak sehingga hukum pajak merupakan bagian hukum publik. Hukum pajak juga
memuat unsur hukum pidana dan peradilan seperti yang termuat dalam UU No 17
Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang diberlakukan sejak tanggal
1 Januari 1998. Selanjutnya diperbarui dengan UU No 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak yang berlaku mulai tanggal diundangkan yaitu tanggal 12 April
2002. Kedudukan hukum pajak di Indonesia merupakan bagian dari hukum tata usaha
negara, dimana hukum tata usaha negara merupakan bagian hukum publik. Hukum tata usaha negara sendiri mengandung
pengertian mengenai peraturan yang mengatur semua cara kerja dan pelaksanaan
wewenang yang langsung dari lembaga-lembaga negara serta aparatnya dalam
melaksanakan tugas masing-masing.
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH., Hukum Pajak
mempunyai kedudukan di antara hukum-hukum sebagai berikut:
1.
Hukum Perdata, mengatur hubungan
antara satu individu dengan individu lainnya.
2.
Hukum Publik, mengatur hubungan
antara emerintah dengan rakyatnya. Hukum ini dirinci lagi sebagai berikut:
a. Hukum Tata Negara
b. Hukum Tata Usaha (Hukum
Administratif)
c. Hukum Pajak
d. Hukum Pidana
Dengan
demikian kedudukan hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik. Dalam
mempelajari bidang hukum, berlaku apa yang disebut Lex Specialis derogat Lex
Generalis, yang artinya peraturan khusus lebih diutamakan dari pada peraturan
umum atau jika sesuatu ketentuan belum atau tidak diatur dalam peraturan khusus
maka akan berlaku ketentuan yang diatur dalam peraturan umum. Dalam hal ini,
peraturan khusus adalah hukum pajak, sedangkan peraturan umum adalah hukum
publik atau hukum lain yang sudah ada sebelumnya.
Hukum pajak menganut paham
imperative, yakni pelaksanaannya tidak dapat ditunda. Misalnya dalam hal
pengajuan keberatan, sebelum ada keputusan dari Direktur Jenderal Pajak bahwa
keberatan tersebut diterima, maka Wajib Pajak yang mengajukan keberatan
terlebih dahulu membayar pajak, sesuai dengan yang telah ditetapkan. Berbeda
dengan hukum pidana yang manganut paham oportunitas, yakni pelaksanaannya dapat
ditunda setelah ada keputusan lain.
2.
KEPASTIAN
HUKUM PEMUNGUTAN PAJAK
Certainty atau kepastian hukum,
adalah tujuan setiap undang-undang. UU Pajak yang baik senantiasa
dapat memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak, kapan ia harus membayar,
apa hak-hak dan kewajiban mereka, siapa subjek dan objek pajak dan berapa
besarnya pajak. semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang
melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
Undang-undang pajak yang baik senantiasa dapat memberikan
kepastian hukum kepada wajib pajak mengenai kapan ia harus membayar pajak, apa
hak dan kewajiban mereka, dan sebagainya. Terkait dengan hal itu, undang-undang
pajak tidak boleh mengandung kemungkinan penafsiran ganda. Apabila ada
ketentuan mengenai sesuatu hal yang berpotensi menimbulkan penafsiran ganda
maka seyogyanya dapat diberikan penjelasan seperlunya. Kemudian, apabila
dimungkinkan, hal tersebut dimasukkan ke dalam batang tubuh undang-undang
tersebut, misalnya dalam ketentuan umum pasal 1. Tafsir otentik yang dimuat di dalam pasal 1 akan
meminimalisasi kemungkinan penafsiran ganda.
Sesuai dengan Pasal 23a Amandemen UUD 1945 yang berbunyi:
"Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan
Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan
UU tentang pajak, yaitu:
·
Pemungutan
pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin
kelancarannya
· Jaminan hukum bagi para wajib pajak
untuk tidak diperlakukan secara umum
·
Jaminan
hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak
Syarat-Syarat Pembuatan Undang-Undang
Perpajakan agar
memberikan kepastian hukum:
a. Asas Yuridis
Hukum
pajak harus dapat memberikan jaminan hukum yang perlu untuk menyatakan
keadilan bagi negara dan warganya. Oleh karena itu, pemungutan pajak di negara hukum
haruslah berdasarkan undang-undang agar tercapai kepastian hukum. Hal-hal yang
perlu dipastikan ialah
:
1. Hak-hak
aparatur perpajakan harus dijamin agar dapat dilaksanakan tugasnya dengan
lancar.
2.
Wajib pajak harus mendapatkan jaminan
hukum agar tidak dilakukan dengan semena-mena oleh aparatur perpajakan. Wajib
pajak tidak hanya dituntut memenuhi kewajiban-kewajibannya, tetapi hak-hak
wajib pajak juga diperhatikan.
3.
Adanya jaminan terhadap keberhasilan diri wajib pajak maupun
perusahaannya.
b.
Asas Ekonomi
Kebijakan
pemungutan pajak harus diusahakan agar jangan sampai menghambat lancarnya
produksi dan perdagangan. Dengan perkataan lain, keseimbangan dalam kehidupan
ekonomi harus selalu diperhatikan.
c.
Asas Finansial
Sesuai dengan fungsi budgeter, maka
biaya untuk pemungutan pajak harus seminimal mungkin, dan hasil pemungutan
pajak hendaknya cukup untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran negara. Harus pula
diperhitungkan saat pengenaan pajak hendaknya sedekat mungkin dengan terjadinya
perbuatan, peristiwa, keadaan yang menjadi dasar pengenaan pajak.
3.
KEADILAN
DALAM PEMUNGUTAN PAJAK
Equality
(keseimbangan dengan kemampuan atau keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan
oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara
tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak. Dalam keadaan yang
sama, para wajib pajak harus dikenakan pajak yang sama pula.
Dalam perkembangannya akomodasi prinsip keadilan dalam
pemungutan pajak adalah adanya perlindungan kepada rakyat dari tindakan
pemerintah dalam pemungutan pajak tersebut. Akan tetapi yang lebih penting
apakah pembayar pajak dilindungi hak-haknya, jadi harus ada keseimbangan antara
kewajiban dan hak sebagai pembayar pajak. Melalui UU, harus ada garansi
objektif bahwa petugas pajak tidak boleh berlaku sewenang-wenang terhadap
pembayar pajak yang telah menyetorkan sebagian penghasilannya kepada Pemerintah
tanpa diberikan imbalan apapun secara langsung. Tidaklah mudah untuk
membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan
membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan
karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka
pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
a. Pemungutan
pajak harus adil
Salah satu
keadilan dalam hukum pajak adalah “perlakuan yang sama” kepada wajib pajak,
yang tidak membedakan kewarganegaraan, baik pribumi, maupun asing, dan tidak
membedakan agama, aliran politik, dan sebagainya. Dalam hal ini di dalamnya terkandung maksud adanya larangan
terhadap perlakuan diskriminatif. Pemungutan pajak harus bersifat adil dan
merata, yaitu pajak dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan
kemampuan membayar pajak (ability to pay)
dan sesuai dengan manfaat yang diterima.
Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan
keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil
dalam pelaksanaannya.
Contohnya:
1.
Dengan
mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
2. Pajak diberlakukan bagi setiap warga
negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak
3. Sanksi atas
pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya
pelanggaran
b.
Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan
sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian,
baik kegiatan produksi,
perdagangan,
maupun jasa.
Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat
dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat
kecil dan menengah.
c.
Pemungutan pajak harus efesien
Biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai
pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh
karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk
dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam
pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
d.
Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat
menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan
wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan
memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran
dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang
akan semakin enggan membayar pajak.
Contoh:
·
Bea
materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif
·
Tarif
PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%
·
Pajak
perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan
menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan
(pribadi)
4.
STRUKTUR PAJAK
Struktur
pajak di Indonesia berdasarkan urian diatas adalah sebagai berikut:
Ø Regresive :
prosentase semakin rendah sesuai penambahan
objek pajak
Ø Proporsional : prosentase tetap untuk semua besaran objek pajak
Ø Progresif : prosentase semakin tinggi sesuai penambahan objek pajak
5.
JENIS-JENIS PAJAK
A.
Ditinjau dari segi Lembaga Pemungut Pajak,
pajak dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu:
1. Pajak Negara
Sering disebut juga pajak pusat yaitu
pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat yang terdiri atas:
Diatur
dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah terakhir kali
dengan UU No. 36 Tahun 2008
Diatur
dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No. 42 Tahun 2009
3) Bea Materai
UU
No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
4) Bea Masuk
UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17
Tahun 2006 tentang Kepabeanan
5) Cukai
UU
No. 11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai
2. Pajak Daerah
Sesuai UU No. 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, berikut jenis-jenis Pajak Daerah:
·
Pajak Provinsi terdiri atas:
a.
Pajak Kendaraan Bermotor;
b.
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c.
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d.
Pajak Air Permukaan; dan
e.
Pajak Rokok.
·
Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
a.
Pajak Hotel;
b.
Pajak Restoran;
c.
Pajak Hiburan;
d.
Pajak Reklame;
e.
Pajak Penerangan Jalan;
f.
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
g.
Pajak Parkir;
h.
Pajak Air Tanah;
i.
Pajak Sarang Burung Walet;
j.
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan; dan
k.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan.
B. Ditinjau
dari cara pemungutannya pajak dapat dibedakan menjadi :
1.
Pajak
Langsung
Yaitu
pajak yang dibebankan harus ditanggung oleh wajib pajak sendiri, dan tidak
boleh dilimpahkan kepada orang lain.
Contonya
: Pajak penghasilan (PPH), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Perseroan
(PPs), Pajak Kekayaan, pajak deviden, pajak bunga deposito, pajak kendaraan
bermotor (PKB), pajak bea balik nama (BBN) dll.
2.
Pajak
Tidak Langsung
Yaitu
pajak yang pemungutannya dapat dialihkan kepada orang lain
Contonya :
Pajak Penjualan (PPn), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Cukai, Pita rokok, pajak
tontonan, bea materai, pajak impor, pajak ekspor dll.
C. Ditinjau Berdasarkan Sifatnya pajak
terdiri dari :
1. Pajak Subjektif
Adalah
pajak yang memperhatikan kondisi keadaan sang wajib pajak itu sendiri.
Dalam ini penentuan dalam besarnya pajak harus ada alasan objektif yang
berhubungan erat dalam kemampuan membayar wajib pajak/sipembayar pajak. Contoh:
PPh/pajak pengahsilan.
2. Pajak Objektif
Adalah
pajak yang dinilai berdasarkan objektifitasnya dan tanpa
diperhatikanya keadaan diri sang wajib pajak.
Contoh: PPN/pajak pertambahan nilai,
PBB/pajak bumi dan bangunan, PPn-BM/pajak atas penjualan barang mewah.
D. Jenis pajak berdasarkan Subjek Pajak
terdiri dari :
1.
Pajak
Perseorangan
Adalah
pajak yang harus dibayar oleh diri wajib pajak.
Contoh:
PPh
2.
Pajak
Badan
Adalah
pajak yang harus dibayar oleh badan atau organisasi.
Contoh:
pajak atas laba perusahaan
E. Berdasarkan Asalnya
1.
Pajak
Dalam Negeri
Adalah
pajak yang dipungut terhadap wajib pajak (setiap WNI) yang tinggal di
Indonesia.
2.
Pajak
Luar Negeri
Adalah
pajak yang dipungut terhadap orang-orang selain WNI yang mempunyai penghasilan
di Indonesia.
F. Dari Segi
Administratif Yuridis
1. Segi Yuridis
Suatu
pajak dikatakan sebagai pajak langsung apabila dipungut secara periodic. Jadi
berulang-ulang, tidak hanya satu kali pungut, dengan menggunakan penetapan
sebagai dasar dan kohir. Contoh: pajak penghasilan. Pajak penghasilan dipungut
secara peridik setiap masa pajak. Adapun pajak tidak langsung dipungut secara
isidental (tidak berulang-ulang) dan tidak menggunaka kohir, dipungut saat
dipenuhinya tatbestand seperti yang dikehendaki oleh ketentuan undang-undang.
Contoh: bea materai. Dalam bea materai pengenaan pajaknya hanya dilakukan
terhadap dokumen karena ketika seseorang membuat dokumen resemi yang
menggunakan amterai, pada saat itulah dikenakan pajak.
2. Segi Ekonomis
Suatu
jenis pajak dikatakan pajak tidak langsung apabila beban pajak tidak dapat
dilimpahkan kepada pihak lain. Jadi dalam hal ini pihak yang dikenai kewajiban
atau ditetapkan untuk membayar pajak adalah juga pihak yang benar-benar memikul
pajak. Contoh: di dalam pajak penghasilan, mereka yang menjadi wajib pajak
adalah mereka yang benar-benar membayar pajak atau memikul beban pajaknya.
Adapun pajak tidak langsung adalah suatu jenis pajak di mana wajib pajak dapat
mengalihkan beban pajaknya kepada pihak lain. Dengan kata lain, mereka yang
menjadi wajib pajak dengan yang benar-benar memikul beban pajak merupakan pajak
yang berbeda. Contoh: pajak pertambbahan nilai. Pajak ini dikenakan terhadap
pengusaha kena pajak. Di sini yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha kena
pajak itu sendiri, sedangkan yang benar-benar memikul beban pajaknya adalah
konsumen yang mengonsumsi atau membeli barang dan/ jasa dari pengusaha
tersebut. Jadi pihak yang menjadi wajib pajak berbeda dengan pihak yang menjadi
penanggung pajak. Wajib pajak adalah orang yang secara yuridis diharuskan
melunasi pajak sedangkan penanggung pajak adalah pihak yang secara fakta
(ekonomis) memikul dulu beban pajaknya. Pemikul pajak adalah pihak yang
ditunjuk oleh pembuat undang-undang harus dibebani pajak. Dalam PPN (Pajak
Pertambahan Nilai), pengusaha kena pajak yang menyerahkan barang kena pajak
atau jasa kena pajak bertindak sebagai penanggung jawab pajak (Wajib Pajak).
mereka yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak dari Pengusaha Kena Pajak itu
bertindak sebagai Penanggung Pajak karena ketika ia menerima penyerahan barang
atau jasa kena pajak maka di samping membayar harga juga membayar pajak yang
kemudian oleh pengusaha kena pajak dikreditkan. Adapun konsumen itu sendiri
sebagai pemikul pajak dan memang demikianlah tujuan pembuat undang-undang.
6.
MANFAAT
PAJAK
Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga
atau keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan
pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa
pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan.
Penggunaan uang pajak diantaranya meliputi :
- Membiayai pengeluaran-pengeluaran negara seperti pengeluaran yang bersifat self liquiditing (contohnya adalah pengeluaran untuk proyek produktif barang ekspor)
- Membiayai pengeluaran reproduktif (pengeluaran yang memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat seperti pengeluaran untuk pengairan dan pertanian)
- Membiayai pengeluaran yang bersifat tidak self liquiditing dan tidak reproduktif (contohnya adalah pengeluaran untuk pendirian monumen dan objek rekreasi).
- Membiayai pengeluaran yang tidak produktif (contohnya adalah pengeluaran untuk membiayai pertahanan negara atau perang dan pengeluaran untuk penghematan di masa yang akan datang yaitu pengeluaran untuk anak yatim piatu).
Uang pajak digunakan untuk pembiayaan dalam rangka
memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai
saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau
pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari
pajak. Pajak juga digunakan untuk mensubsidi barang-barang yang sangat
dibutuhkan masyarakat dan juga membayar utang negara ke luar negeri. Pajak juga
digunakan untuk membantu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) baik dalam hal
pembinaan dan modal. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi
suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan
dan pembiayaan pembangunan. Disamping fungsi budgeter (fungsi penerimaan) di
atas, pajak juga melaksanakan fungsi redistribusi pendapatan dari masyarakat
yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih tinggi kepada masyarakat yang
kemampuannya lebih rendah. Oleh karena itu tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik dan benar merupakan syarat
mutlak untuk tercapainya fungsi redistribusi pendapatan. Sehingga pada akhirnya
kesenjangan ekonomi dan sosial yang ada dalam masyarakat dapat dikurangi secara
maksimal.
Pajak
merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan
negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi mulai
dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan.
Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah
sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan uang yang berasal
dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan
rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat
dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan
dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak.
Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi
sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan
pembangunan. Jadi, pajak
mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di
dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara
untuk membiayai semua pengeluaran
termasuk pengeluaran pembangunan.
Berdasarkan hal di atas maka pajak mempunyai beberapa
fungsi, yaitu:
a. Fungsi
anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak
berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan
tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan
biaya. Biaya
ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk
pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya.
Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan
pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri
dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus
ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan
ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
b. Fungsi
mengatur (regulerend)
Pemerintah
bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur,
pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka
menggiring penanaman modal,
baik dalam negeri maupun luar
negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka
melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi
untuk produk luar negeri.
c. Fungsi
stabilitas
Dengan
pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan
dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain
dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak,
penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
d. Fungsi
redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan
digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai
pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Kaitan
pajak dengan kehidupan sehari-hari, seperti membeli makanan atau minuman di supermarket
misalnya, secara tidak langsung kita sudah melakukan tindakan membayar Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari
barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. PPN ini memang
bersifat memaksa dan kadang kala kita tidak sadar dengan nominal yang tertera
pada setiap bukti pembayaran. Bisa juga saat kita memperoleh hadiah sebuah
sepeda motor dari sebuah acara undian. Kita harus membayar pajak terlebih
dahulu sebelumnya, untuk bisa membawa pulang hadiah tersebut. Dari itu semua,
menunjukkan kita terkadang tidak terlalu peduli dengan pajak tersebut,
kadangkala kita juga mengacuhkan keberdaan pajak itu sendiri. Sejauh mana cara
pandang kita terhadap nilai pajak yang sebenarnya merupakan aspek paling
penting dari konteks pajak itu sendiri. Juga, sejauh mana kesadaran kita akan
pajak dimasa sekarang dan mendatang. Sesuai dengan slogan pajak yang pernah
ada, Pajak, untuk Anak Cucu Kita, ini mengingatkan kita akan pentingnya
membayar pajak demi kehidupan yang akan datang. Contohnya, membayar pajak
penghasilan. Pajak jenis ini dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan
atau badan hukum lainnya. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang merupakan Pajak
Negara yang dikenakan terhadap bumi dan bangunan berdasarkan Undang-undang
nomor 12 Tahun 1985 tentang PBB sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
nomor 12 Tahun 1994. Pajak yang bersifat kebendaan ini diartikan sesuai
besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan obyek, yaitu bumi atau tanah
dan bangunan. Bisa dibayangkan jika setiap subyek yang menempati suatu obyek
tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak, maka bisa jadi obyek tersebut
akan diperebutkan banyak pihak. Banyak sekali keuntungan yang kita dapat secara
tidak langsung dari membayar pajak. Kebanyakan berupa barang publik seperti
jalan raya, sekolah, jembatan, dan fasilitas umun yang lainnya. Mungkin jika
masyarakat Indonesia rajin membayar pajak, maka perkembangan infrastuktur pun
akan semakin lancar. Ada baiknya jika kita berpikir positif terhadap pemerintah
mengenai pembangunan yang berwawasan lingkungan yang berasal dari sektor pajak.
Apalagi Indonesia masih dalam situasi negara berkembang. Sangat rawan sekali
untuk terombang-ambing disaat investor asing mulai mundur. Hal ini juga
berpengaruh pada pembangunan yang ada di Indonesia. Kita harus mulai
membiasakan diri untuk peduli akan pajak. Peduli akan nasib bangsa kedepannya.
Agar bangsa Indonesia tidak terus-menerus berada dibawah garis kemiskinan dan
tidak memperoleh pendidikan dan kehidupan yang layak.
REFERENSI
http://yuka-adi.blogspot.com/2010/05/jenis-dan-struktur-pajak.html
http://www.ekonomi-holic.com/2012/06/jenis-pajak-yang-berlaku-di-indonesia.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak
Prof. Dr. Mardiasmo 2011. Perpajakan Edisi Revisi, Yogyakarta:
Andi
Dr.Waluyo M.Sc, Ak 2013. Perpajakan Indonesia, Salemba Empat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar