Minggu, 08 November 2015

Gambaran singkat UTS Keuangan Negara

Gambaran singkat UTS Keuangan Negara

BIROKRASI


Birokrasi adalah entitas penting suatu negara.
Apa yang dimaksud dengan birokrasi?
Secara etimologis, birokrasi berasal dari kata Biro (meja) dan Kratein (pemerintahan), yang jika disintesakan berarti pemerintahan Meja. Tentu agak 'lucu' pengertian seperti ini, tetapi memang demikianlah hakikat birokrasi oleh sebab lembaga inilah tampak kaku yang dikuasai oleh orang-orang di belakang meja.

Karakteristik birokrasi 

yang umum diacu adalah yang diajukan oleh Max Weber. Menurut Weber, paling tidak terdapat 8 karakteristik birokrasi, yaitu:
  1. Organisasi yang disusun secara hirarkis
  2. Setiap bagian memiliki wilayah kerja khusus.
  3. Pelayanan publik (civil sevants) terdiri atas orang-orang yang diangkat, bukan dipilih, di mana pengangkatan tersebut didasarkan kepada kualifikasi kemampuan, jenjang pendidikan, atau pengujian (examination).
  4. Seorang pelayan publik menerima gaji pokok berdasarkan posisi.
  5. Pekerjaan sekaligus merupakan jenjang karir.
  6. Para pejabat/pekerja tidak memiliki sendiri kantor mereka.
  7. Setiap pekerja dikontrol dan harus disiplin.
  8. Promosi yang ada didasarkan atas penilaiaj atasan (superior's judgments).
Ditinjau secara politik, karakteristik birokrasi menurut Weber hanya menyebut hal-hal yang ideal. Artinya, terkadang pola pengangkatan pegawai di dalam birokrasi yang seharusnya didasarkan atas jenjang pendidikan atau hasil ujian, kerap tidak terlaksana. Ini diakibatkan masih berlangsungnya pola pengangkatan pegawai berdasarkan kepentingan pemerintah.
Adapun fungsi dan peran birokrasi pemerintah yakni:
  1. Melaksanakan pelayanan public
  2. Pelaksana pembangunan yang profesional
  3. Perencana, pelaksanaan, dan pengawas kebijakan (manajemen pemerintah)
  4. Alat pemerintah untuk melayani kepentingan (abdi) masyarakat dan negara yang netral dan bukan bukan merupakan bagian dari kekuatan atau mesin politik (netral)
Adapun tujuan birokrasi yakni:
  1. Sejalan dengan tujuan pemerintahan
  2. Melaksanakan kegiatan dan program demi tercapainya visi dan misi pemerintah dan negara
  3. Melayani masyarakat dan melaksanakan pembangunan dengan netral dan profesional
  4. Menjalankan manajemen pemerintahan, mulai dari perencanaan, pengawasan, evaluasi, koordinasi, sinkronisasi dll.
Ada beberapa aspek pada penampilan birokrasi di Indonesia yakni:
  1. Sentralisasi yang cukup kuat. Sentralisasi sebenarnya merupakan salah satu ciri umum yang melekat pada birokrasi yang rasional. Di Indonesia, kecenderungan sentralisasi yang amat kuat merupakan slah satu aspek yang menonjol dalam penampilan birokrasi pemerintahan. Hal ini disebabkan karena birokrasi pemerintah bekerja dan berkembang dalam lingkungan yang kondusif terhadap hidup dan berkembangnya nilai-nilai sentralisrik terssebut.
  2. Menilai tinggi keseragaman dan struktur birokrasi. Sama seperti sentralisasi, keseragaman dalam struktur juga merupakan salah satu cirri umum yang sering melekat pada setiap organisasi birokrasi. Di Indonesia, keseragaman atau kesamaan benetuk susunan, jumlah unit, dan nama tiap unit birokrasi demikian menonjol dalam struktur birokrasi pemerintah.
  3. Pendelegasian wewenang yang kabur. Dalam birokrasi Indonesia, nampaknya pendelegasian wewenang masih menjadi masalah. Meskipun struktur birokrasi pada pemerintah di Indonesian sudah hirarkis, dalam praktek perincian wewenang menurut jenjang sangat sulit dilaksanakan. Dalam kenyataannya, segala keputusan sangat bergantung pada pimpinan tertinggi dalam birokrasi. Sementara hubungan antar jenjang dalam birokrasi diwarnai oleh pola hubungan pribadi.
  4. Kesulitan menyusun uraian tugas dan analisis jabatan. Meskipun perumusan uraian tugas dalam birokrasi merupakan kebutuhan yang sangat nyata, jarang sekali birokrasi kita memilikinya secara lengkap. Kalaupun ada sering tidak dijalankan secara konsisten. Disamping hambatan yang berkaitan dengan keterampilan teknis dalam penyusunannya, hambatan yang dirasakan adalah adanya keengganan merumuskannya dengan tuntas. Kesulitan lain yang dihadapi birokrasi di Indonesia adalah kesulitan dalam merumuskan jabatan fungsional. Secara mendasar, jabatan fungsional akan berkembang dengan baik jika didukung oleh rumusan tugas yang jelas serta spesialisasi dalam tugas dan pekerjaan  yang telah dirumuskan secara jelas pula. Selai itu masih banyak aspek-aspek lain yang menonjol dalam birokrasi di Indonesia,  diantarannya adalah perimbangan dalam pembagian penghasilan, yaitu selisih yang amat besar antara penghasilan pegawai pada jenjang tertinggi dan terendah.

Kelemahan Birokrasi Pemerintah di Indonesia

Indonesi umumnya bermuara pada penilaian bahwa birokrasi di Indonesia tidak netral. Kenyataan tersebut tidak dapat dipungkiri, apalagi melihat praktek sehari-hari dimana birokrasi terkait dengan lembaga lainnya. Oleh karena itu, birokrasi pemerintah tidak mungkin dipandang sebagai lembaga yang berdiri sendiri, terlepas dari lembaga-lembaga lainnya. Dalam realitanya, yang menggejala di Indonesia saat ini adalah praktek buruk yang menyimpang dari teori idealismenya Weber. Dalam prakteknya, muncul kesan yang menunjukan seakan-akan para pejabat dibiarkan menggunakan kedudukannya dibirokrasi untuk kepentingan diri dan kelompok. Ini dapat dibuktikan dengan hadirnya bentuk praktek birokrasi yang tidak efesien dan bertele-tele.

Harapan Birokrasi Model Kedepan

Kebutuhan yang nyata saat ini dalam praktek birokrasi adalah bagaimana memenuhi kebutuhan konkret dari masyarakat. Kebutuhan akan peningkatan kualitas kehidupan politik menjadi suatu tuntutan yang tak terhindarkan. Kondisi birokrasi Indonesia yang masih mencorak patrimonial, adalah merupakan benang sejarah yang perlu diperhatikan dengan seksama. Dalam perkembangan kearah modernisasi menuntut adanya peningkatan kualitas administrasi dan manajemen. Selain itu, dalam mengahadapi kondisi saat ini dan menjawab tantangan masa sekarang, birokrasi Indonesia diharapkan mempunyai kharakteristik yang mampu bersifat netral, berorientasi pada masyarakat, dan mengurangi budaya patrimonial dalam birokrasi tersebut.

Etika Birokrasi

Seperangkat nilai dalam etika birokrasi yang dapat digunakan sebagai acuan, referensi, penuntun bagi birokrasi publik dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya antara lain adalah : 
  1. efisiensi, artinya tidak boros, sikap, perilaku dan perbuatan birokrasi publik dikatakan baik jika mereka efisien;
  2. membedakan milik pribadi dengan milik kantor, artinya milik kantor tidak digunakan untuk kepentingan pribadi; 
  3. impersonal, maksudnya dalam melaksanakan hubungan kerjasama antara orang yang satu dengan lainnya secara kolektif diwadahi oleh organisasi, dilakukan secara formal, maksudnya hubungan impersonal perlu ditegakkan untuk menghindari urusan perasaan dari pada unsur rasio dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab berdasarkan peraturan yang ada dalam organisasi. Siapa yang salah harus diberi sanksi dan yang berprestasi selayaknya mendapatkan penghargaan; 
  4. merytal system, nilai ini berkaitan dengan rekrutmen dan promosi pegawai, artinya dalam penerimaan pegawai atau promosi pegawai tidak di dasarkan atas kekerabatan, namun berdasarkan pengetahuan (knowledge), keterampilan(skill), sikap (attitude), kemampuan (capable), dan pengalaman(experience), sehingga menjadikan yang bersangkutan cakap dan profesional dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dan bukanspoil system (adalah sebaliknya); 
  5. responsible, nilai ini adalah berkaitan dengan pertanggungjawaban birokrasi publik dalam menjalankan tugas dan kewenangannya; 
  6. accountable, nilai ini merupakan tanggung jawab yang bersifat obyektif, sebab birokrasi dikatakan akuntabel bilamana mereka dinilai obyektif oleh masyarakat karena dapat mempertanggungjawabkan segala macam perbuatan, sikap dan sepak terjangnya kepada pihak mana kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki itu berasal dan mereka dapat mewujudkan apa yang menjadi harapan publik (pelayanan publik yang profesional dan dapat memberikan kepuasan publik); 
  7. responsiveness, artinya birokrasi publik memiliki daya tanggap terhadap keluhan, masalah dan aspirasi masyarakat dengan cepat dipahami dan berusaha memenuhi, tidak suka menunda-nunda waktu atau memperpanjang alur pelayanan.
Berkaitan dengan nilai-nilai etika birokrasi sebagaimana digambarkan di atas, maka dapat pula dikatakan bahwa jika nilai-nilai etika birokrasi tersebut telah dijadikan sebagai norma serta diikuti dan dipatuhi oleh birokrasi publik dalam melaksanakan tugas da kewenangannya, maka hal ini akan dapat mencegah timbulnya tindakan kolusi, korupsi dan nepotisme, ataupun bentuk-bentuk penyelewengan lainnya dalam tubuh birokrasi, kendatipun tidak ada lembaga pengawasan. 

 

BUDAYA ORGANISASI

Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Budaya organisasi juga berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik budaya suatu organisasi, dan tidak terkait dengan apakah karyawan menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu sikap deskriptif, bukan seperti kepuasan kerja yang lebih bersifat evaluatif.

Pentingnya budaya organisasi

Pemahaman budaya organisasi sebagai kesepakatan bersama mengenai nilai-nilai yang mengikat semua individu dalam sebuah organisasi seharusnya nementukan batas-batas normatif perilaku angoota organisasi. Secara spesifik, peranan budaya organisasi adalah membantu menciptakan rasa memiliki terhadap organisasi, menciptakan jatidiri anggota organisasi, menciptakan keterikatan emosional antara organisasi dan karyawan yang terlibat di dalamnya, membantu menciptakan stabilitas organisasi sebagai sistem sosial dan menemukan pola pedoman perilaku sebagai hasil dari norma-norma kebiasaan yang terbentuk dalam keseharian.
Dengan demikian budaya organisasi berpengaruh kuat terhadap perilaku para anggotanya. Sembilan karakteristik yang menggambarkan esensi budaya organisasi, menurut Dharma, 2004 :
  1. Identitas anggota, dimana karyawan lebih mengidentifikasi organisasi secara menyeluruh. 
  2. Penekanaan kelompok, dimana aktivitas tugas lebih diorganisir untuk seluruh kelompok dari pada individu. 
  3. Fokus orang, dimana keputusan manajemen memperhatikan dampak luaran yang dihasilkan oleh karyawan dalam organisasi. 
  4. Penyatuan unit, dimana unit-unit dalam organisasi didorong agar berfungsi dengan cara yang terkoordinasi atau bebas. 
  5. Pengendalian, dimana peraturan, regulasi dan pengendalian langsung digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan karyawan. 
  6. Toleransi resiko, dimana pekerja didorong untuk agresif, kreatif, inovatif dan mau mengambil resiko. 
  7. Kriteria ganjaran, dimana ganjaran seperti peringatan, pembayaran dan promosi lebih dialokasikan menurut kinerja karyawan dari pada senioritas, favoritisme atau faktor non-kinerja lainnya; toleransi konflik, dimana karyawan didorong dan diarahkan untuk menunjukkan konflik dan kritik secara terbuka. 
  8. Orientasi sarana tujuan, dimana manajemen lebih terfokus pada hasil atau luaran dari pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai luaran tersebut. 
  9. Fokus pada sistem terbuka, dimana organisasi memonitor dan merespons perubahan dalam lingkungan eksternal. 
Karateristik diatas memberikan gambaran mengenai budaya yang dianut. hal ini menjadi landasan untuk menyamakan pemahaman bahwa anggota organisasi merasa memiliki organisasinya dan mendorong anggota organisasi agar berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang dianut organisasi dan hal tersebut tentu saja dapat memberikan mamfaat bagi organisasi.

Peranan Budaya Organisasi

Dalam hidupnya, manusia dipengaruhi oleh budaya dimana dia berada, seperti nilai-nilai, keyakinan dan perilaku social/masyarakat yang kemudian menghasilkan budaya social atau budaya masyarakat. Hal yang sama juga akan terjadi bagi para anggota organisasi.Hal yang sama juga akan terjadi bagi para anggota organisasi dengan segala nilai, keyakinan dan perilakunya dalam organisasi yang kemudian menciptakan budaya organisasi.
Wheelen dan Hunger (1986) secara spesifik mengemukakan sejumlah peranan penting yang dimainkan oleh budaya organisasi
  1. Membantu menciptakan rasa memilki jati diri bagi pekerja
  2. Dapat dipakai untuk mengembangkan keikatan pribadi dengan organisasi
  3. Membantu stabilisasi organisasi sebagai suatu system social
  4. Menyajikan pedoman prilaku, sebagai hasil dari norma-norma perilaku yang sudah terbetuk.
Singkatnya, budaya organisasi sangat penting peranannya di dalam mendukung terciptanya suatu organisasi/perusahaan yang afektif

Pentingnya kajian terhadap budaya organisasi

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa pengkajian terhadapbudaya organisasi tidak dapat dilepaskan dari konteks perilaku organisasi secara  keseluruhan. Studi perilaku organisasi adalah pengkajian sistematis mengenadisikap dan tindakan yang ditunjukkan individu-individu dalam suatu organisasi,konstruksi ilmunya merupakan ilmu terapan yang terbentuk dari berbagai disiplinilmu tentang perilaku, seperti psikologi, sosiologi, antropologi, komunikasi, dan sebagainya.
Oleh karena itu, pengkajian terhadap budaya organisasi sebagai salah satu aspek dari perilaku organisasi, secara keilmuan memilki arti penting, karena dapatturut membangun konstruksi perilaku organisasi secara keseluruhan sebagai suatuilmu terapan, misalnya dengan memetakan budaya organisasi dalam suatu modelpenelitian, sehingga dari variabel-variabel yang dikaji dan dianalisis dapat diperolehgambaran yang lebih jelas atau dapat lebih menggambarkan fenomena-fenomenayang ada dalam realitasnya.
Pentingnya kajian terhadap budaya organisasi ini juga secara pragmatisdapat dilihat dari peranannya. Veithzal R. (2003: 430) mengemukakan bahwabudaya organisasi berperan dalam:
  1. Menetapkan tapal batas, dalam arti menciptakan perbedaan yang jelas antarasatu organisasi dengan organisasi lainnya.
  2. Memberikan ciri identitas bagi anggota organisasi.
  3. Mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas daripada kepentinganindividu.
  4. Meningkatkan kemantapan sistem sosial.
  5. Memandu dan membentuk sikap anggota organisasi (budaya sebagaimekanisme pembuat makna dan kendali).
Dalam konteks di atas maka budaya organisasi merupakan kerangka kerjayang menjadi pedoman tingkah laku dan pembuatan keputusan anggota organisasiserta mengarahkan tindakan mereka untuk mencapai tujuan organisasi. Dengandemikian jelas bahwa pengkajian budaya organisasi ini memiliki arti penting baikdilihat dari segi kepentingan keilmuan maupun dari segi pragmatisnya.

 

SUBKULTUR ORGANISASI

Subkultur, Kultur didalam sebuah organisasi biasanya didefinisikan dengan berdasarkan departemen dan faktor geografis. Subkultur juga merupakan sebuah kumpulan nilai-nilai yang dipercayai bersama oleh sebuah kelompok minoritas kecil, anggota organisasi. Subkultur ini secara khusus dihasilkan dari problem-problem atau pengalaman-pengalaman yang dirasakan bersama oleh para anggota sebuah unit atau departemen.
Subkultur adalah kelompok yang menunjukkan pola unik dari nilai-nilai dan filosofi yang tidak konsisten dengan budaya yang dominan dari organisasi yang lebih besar atau sistem. subkultur yang kuat  sering ditemukan dalam gugus tugas, tim, dan kelompok  proyek khusus dalam organisasi.

Kelahiran subkultur

Setiap perusahaan mengalami proses diferensiasi seiring dengan berjalannya waktu dan pertumbuhan, yang memiliki berbagai sebutan seperti pembagian kerja (division of labor), fungsionalisasi, divisionalisasi, atau diversifikasi. Menurut Schein, yang menjadi dasar dari diferensiasi ini adalah fungsional, geografis, produk, pasar, dan teknologi, divisionalisasi, serta diferensiasi tingkat hierarkis.

Kekuatan yang menciptakan subkultur fungsional berasal dari budaya teknologi dan pekerjaan sebuah fungsi dari organisasi. Setiap pekerjaan memiliki perbedaan dalam hal keyakinan, nilai, dan asumsi dasar karena mereka melakukan hal-hal yang secara fundamenrtal berbeda, mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang berbeda, dan memperoleh identitas tertentu dalam menjalankan pekerjaannya. Bagian pemasaran biasanya memiliki subkultur yang berbeda dengan bagian keuangan.

Subkultur dalam sebuah organisasi juga dapat timbul manakala organisasi dibagi ke dalam beberapa wilayah geografis dengan alasan kedekatan dengan pelanggan, biaya tenaga kerja, serta kedekatan dengan pemasok dan sumber bahan baku.

Namun, konsekuensi budaya yang muncul sering tidak terantisipasi karena keharusan mengadopsi sebagian asumsi-asumsi budaya setempat dimana perusahaan beroperasi. Pengaruh budaya dari negara tempat beroperasi tidak dapat dielakkan walaupun staf dan manajer yang bekerja datang dari negara asal perusahaan.

Sebuah perusahaan secara khas membedakan diri mereka dengan perusahaan lain dalam hal produk, pasar, atau teknologi. Harus diputuskan produk, pasar, atau teknologi yang dimiliki ingin dibedakan dari para pesaingnya, mengingat hal ini akan menghasilkan seperangkat masalah integrasi budaya secara keseluruhan.

Dalam hal ini ada dua kekuatan yang membentuk subkultur dalam organisasi. Pertama, orang-orang dengan latar belakang pendidikan dan asal pekerjaan yang berbeda yang ditarik masuk ke dalam perusahaan. Kedua, interaksi dengan pelanggan, yang mensyaratkan sebuah mindset yang berbeda, yang mengarah kepada berbagai macam pengalaman bersama. Kontak dengan pelanggan adalah kekuatan yang sangat efektif dalam menciptakan subkultur lokal yang dapat berinteraksi sesuai dengan budaya pelanggan.

ada saat sebuah perusahaan menumbuhkembangkan pasar yang berbeda, sering dilakukan desentraliasi sebagian besar fungsi-fungsi organisasi ke dalam unit produk, pasar, dan geografis, yang melahirkan subkultur. Subkultur divisi yang kuat tidak akan menjadi masalah kecuali jika perusahaan induk ingin mengimplementasikan praktek-praktek umum dan proses manajemen tertentu.

Bertambahanya jumlah anggota organisasi juga melahirkan subkultur. Untuk menghadapi sulitnya koordinasi dengan SDM yang membengkak ini, diciptakan lapisan (layer) tambahan dalam hirarki sehingga rentang kendali (span of control) manajer tetap sesuai.

Subkultur dapat memperlemah dan menggangu budaya organisasi, jika terjadi konflik dengan budaya yang dominan, yaitu nilai-nilai inti (core values) yang dianut dan merupakan kontribusi nilai-nilai dari sebagian besar anggota organisasi. Dominant culture merupakan kepribadian organisasi secara keseluruhan yang membedakannya dengan organisasi lain.

Pemecahannya adalah menumbuhkan kesadaran bahwa sebenarnya subbudaya terbentuk untuk membantu aktivitas anggota organisasi dalam pekerjaan sehari-hari. Subkultur harus diarahkan untuk mendukung budaya yang dominan dalam sebuah konfigurasi yang harmonis.

 

SISTIM PENGANGGARAN

Di masa lalu, ketika melihat kelemahan praktik sistem penganggaran tradisional, lantas ada pemikiran untuk lebih mengembangkan sistem penganggaran yang lebih memfokuskan pada penyusunan perencanaan dan pemrograman yang ketat, sehingga penyusunan anggaran dilakukan berdasarkan perencanaan program-program kegiatan yang terarah dan prioritas, tidak sekadar bahwa suatu kegiatan diadakan.
Skala prioritas inilah yang menjadi kekuatan sistem penganggaran yang dikenal sebagai planning programming budget system (PPBS). Sistem ini juga diyakini mampu mengatasi masalah keterbatasan anggaran yang tersedia, karena memang sistem ini dikembangkan sebagai upaya untuk memecahkan keterbatasan anggaran.

Di sisi lain, sistem penganggaran berbasis kinerja juga menjanjikan hal yang baik. Paling tidak, sistem ini memberikan petunjuk adanya hubungan antara input dan output, serta outcome. Jadi, tak lagi sekedar melahirkan selesai sebuah kegiatan tanpa arah yang jelas. Sayangnya, kendati menjanjikan hal yang baik, sistem ini juga mengandung kelemahan mendasar, yaitu bahwa tidak mudah mengukur kinerja dalam bentuk outcome, pun dalam praktik kompetensi sumber daya manusia yang bisa merumuskan tolok ukur output dan outcome secara tepat tidaklah banyak.

Tapi apa boleh buat, jangkar telah diangkat, kapalpun harus tetap berlayar, maka permasalahan kelemahan sistem penganggaran berbasis kinerja dalam tataran teknis dan operasional, harus dicari jalan keluarnya.
Memang, sekali lagi, bukanlah hal yang mudah untuk bisa mencapai praktik penganggaran berbasis kinerja yang paling ideal.
Yang bisa dilakukan saat ini adalah mencoba menciptakan suatu pola pikir penyusunan anggaran, dan juga implementasinya, yang tidak lagi sekedar menyusun anggaran untuk sebuah kegiatan yang sekadar ada, tanpa mempertimbangkan prioritas kegiatan. Pertimbangan prioritas kegiatan jelas sebuah keharusan mutlak, terutama terkait dengan kendala keterbatasan dana yang tersedia.

Lantas, memang ada keluhan, bagaimana mungkin mencapai kinerja ideal, jika anggaran yang tersedia tidak mencukupi? 
Justru di situ mungkin permasalahan utama.
Meski sudah dibungkus dengan istilah berbasis kinerja, toh jiwa sistem penganggaran tradisional tak seluruhnya bisa dihapuskan. Bukan hanya karena sistem tradisional ini sudah mendarah daging selama tiga puluh tahun, namun juga karena pola pikir yang ada tidak diubah.
Lihatlah, bagaimana anggaran yang disusun lebih berorientasi pada kenaikan jumlah anggaran. 
Jarang sekali anggaran suatu unit kerja disusun lebih kecil dari tahun-tahun sebelumnya.
Akibatnya, kebutuhan anggaran untuk belanja menjadi membesar, sementara anggaran pendapatan justru masih dalam kondisi ketidakjelasan.

Jika anggaran belanja cenderung membesar dari tahun ke tahun, yang dalam istilah lain sering disebut sebagai sistem incremental, maka kesulitan justru menyangkut anggaran pendapatan.
Lihatlah struktur anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sesungguhnya, sistem anggaran defisit telah kita pilih sejak lama, sehingga akibatnya defisit harus ditutup dengan kegiatan pembiayaan tertentu, di antaranya utang luar negeri. Maka, menafikan utang luar negeri menjadi hal yang tidak tepat jika orientasi belanja tetap bersifat incremental.

Masalah lain yang harus segera dipecahkan adalah bahwa hingga kini di pemerintahan pusat maupun daerah tidak ada Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang dapat digunakan sebagai dasar menetapkan target outcome minimum. Padahal, konsep teoretis sistem penganggaran berbasis kinerja mengharuskan keberadaan SPM, dan juga sebuah Analisis Standar Biaya (ASB). Kalaupun ada SPM itu pun baru untuk beberapa departemen.

Belum lagi masalah keberadaan ASB. Kiranya belum ada satupun unit kerja pemerintahan yang saat ini telah memiliki ASB baku. Ini beralasan, karena salah satu dasar penyusunan ASB adalah keberadaan suatu sistem akuntansi yang baik. Saat ini, praktik akuntansi pemerintah pusat dan daerah masih dalam tahap pengembangan, sehingga masih diragukan apakah data akuntansi yang dihasilkan bisa digunakan untuk menyusun standar biaya untuk kegiatan-kegiatan pemerintahan. Ini berbeda dengan praktik yang ada di sektor privat atau swasta, di mana penetapan harga standar bisa dihitung dari data masa lalu yang dihasilkan oleh sistem akuntansi yang ada setelah disesuaikan dengan unsur lain.

 

3 PENDEKATAN DALAM MENYUSUN ANGGARAN

Pendekatan Penganggaran dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu:
  1. Pendekatan Penggaran Terpadu. Penyusunan anggaran terpadu dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan K/L untuk menghasilkan dokumen RKA-KL dengan klasifikasi anggaran menurut organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Integrasi atau memadukan proses perencanaan dan penganggaran dimaksudkan agar tidak terjadi duplikasi dalam penyediaan dana untuk K/L baik yang bersifat investasi maupun untuk keperluan biaya operasional.
  2. Pendekatan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK), merupakan penyusunan anggaran yang dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Penyusunan anggaran tersebut mengacu kepada indikator kinerja, standar biaya, dan evaluasi kinerja.
  3. Pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM), adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan yang menimbulkan implikasi anggaran dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran.
Dalam penyusunan APBN ada tiga pendekatan yang digunakan berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003 dan selanjutnya dijabarkan dalam PP No. 21 Tahun 2004  yaitu:

Unified Budget

Dalam pendekatan ini tidak dikenal pemisahan anggaran dalam bentuk anggaran rutin dan anggaran pembangunan belanja dalam APBN secara ekonomi diklasifikasikan dalam delapan klasifikasi sesuai dengan Government Finance Statistics (GFS) tahun 2001. Delapan klasifikasi itu adalah:
  1. Belanja Pegawai : Dialokasikan antara lain untuk membayar gaji, honorarium, lembur dan vakasi PNS baik yang berada didalam negeri maupun di luar negeri;
  2. Belanja Barang: Dialokasikan untuk pengadaan barang dan jasa, pemeliharaan, dan perjalanan dinas yang mendukung Tugas Pokok dan Fungsi (TOPUKSI) tiap-tiap K/L;
  3. Belanja Modal: Dialokasikan untuk  pengeluaran-pengeluaran yang sifatnya menambah modal atau aset pemerintah. Contohnya adalah pengadaan tanah, gedung dan bangunan, jaringan jalan dan irigasi, peralatan dan mesin maupun dalam bentuk fisik lainnya seperti buku-buku, kitab suci, bibit atau benih dan binatang;
  4. Bunga: Dialokasikan untuk pembayaran kewajiban atas penggunaan pokok utang (principal outstanding), baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri yang dihitung berdasarkan porsi pinjaman (Loan);
  5. Subsidi: Dialokasikan untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ataupun swasta yang memproduksi, menjual, mengimpor  ataupun mengekspor barang dan jasa untuk memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga harga jualnya terjangkau masyarakat. Contonya adalah subsidi terhadap beras dan pupuk.
  6. Bantuan Sosial: Dialokasikan untuk melindungi masyarakat dari gangguan-gangguan sosial semisal terjadi bencana alam, kerusuhan maupun wabah. Termasuk didalamnya adalah bantuan kepada lembaga pendidikan, kesehatan, peribadatan serta menanggulangai kemiskinan.
  7. Hibah: Dialokasikan bila ada negara sahabat memerlukan suntikan dana untuk menanggulangi bencana, krisis nasional ataupun diberikan kepada lembaga internasional untuk kegiatan-kegiatan kemanusiaan dan sosial lainnya.
  8. Belanja Lain-lain: Dialokasikan untuk belanja pemerintah pusat yang tidak tertampung didalam tujuh klasifikasi belanja diatas.

Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM)

Suatu metode pendekatan anggaran terhadap pengambilan suatu kebijakan dalam prespektif lebih dari satu tahun anggaran dengan mempertimbangkan implikasi biaya dari kebijakan bersangkutan dengan tahun anggaran sebelumnya. KPJM merupakan proyeksi pengeluaraan selama beberapa tahun kedepan, proyeksi pengeluaran mencerminkan dampak kebijakan yang dilaksanakan pada tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya.

Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Base Budgeting)

Penganggaran berbasis kinerja didefinisikan sebagai pengalokasian dana untuk mencapai tujuan secara terprogram atau untuk mencapai suatu indikator pengkuran kerja, efisiensi, dan produktifitas. Tujuan utama Penganggaran Berbasis Kinerja adalah akuntabilitas. Kinerja dan data yang terdapat dalam PBK mendorong pejabat publik untuk bertanggungjawab terhadap kuliatas layananan, efisiensi, biaya dan efektifitas program yang dijalankan.

 

MEKANISME PEMBAHASAN APBD

berikut ini Mekanisme APBD
  1. diawali dengan penyampaina kebijakan umum APBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan Juni.
  2. Selanjutnya DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan oleh pemerintah daerah tersebut dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD. Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, pemerintah daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap satuan kerja perangkat daerah
  3. Dalam rangka penyusunan RAPBD, kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah.
  4. Rencana kerja satuan kerja perangkat daerah disusun dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Rencana kerja dan anggaran dimaksud disertai dengan prakiraan belanja.
  5. Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya.
  6. Pemerintah daerah mengajukan rancangan peraturan daerah tentang APBD, desertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan seuai dengan undang-udnagn yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD. Dalam pembahasan tersebut DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
  7. Pengambilan keputusan oleh DPRD selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
  8. APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unti organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
  9. Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah tersebut, untuk membiayai keperluan setiap bulan pemerintah daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya

 

PERAN APBD/APBN dalam pengelolaan keuangan

Adapun fungsi anggaran, baik APBN maupun APBD yaitu sebagai berikut:
  1. Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
  2. Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
  3. Fungsi pengawasan, mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara telah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
  4. Fungsi alokasi, mengandung arti bahwa anggaran pemerintah harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian.
  5. Fungsi distribusi, mengandung arti bahwa kebijakan anggaran pemerintah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
  6. Fungsi stabilitasasi, mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

Anggaran adalah alat akuntabilitas, pengendalian manajemen dan kebijakan ekonomi. 

Sebagai instrumen kebijakan ekonomi, anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut, telah dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran. Selain itu, dalam rangka reformasi bidang keuangan negara, penyempurnaan penganggaran juga dilakukan melalui pendekatan berikut ini:
  1. Pengintegrasian Antara Rencana Kerja dan Anggaran. Dalam penyusunan anggaran dewasa ini digunakan pendekatan budget is a plan, a plan is budget. Oleh karena itu, antara rencana kerja dan anggaran merupakan satu kesatuan, disusun secara terintegrasi. Untuk melaksanakan konsep ini Pemerintah harus memiliki rencana kerja dengan indikator kinerja yang terukur sebagai prasyaratnya.
  2. Penyatuan Anggaran. Pendekatan yang digunakan dalam penganggaran adalah mempunyai satu dokumen anggaran, artinya Menteri/Ketua Lembaga /Kepala SKPD bertanggung jawab secara formil dan materiil atas penggunaan anggaran di masing-masing instansinya. Tidak ada lagi pemisahan antara anggaran rutin dan pembangunan. Dengan pendekatan ini diharapkan tidak terjadi duplikasi anggaran, sehingga anggaran dapat dimanfaatkan secara lebih efisien dan efektif.
  3. Penganggaran Berbasis Kinerja. Konsep yang digunakan dalam anggaran ini adalah alokasi anggaran sesuai dengan hasil yang akan dicapai, terutama berfokus pada output atau keluaran dari kegiatan yang dilaksanakan. Oleh karena itu, untuk keperluan ini diperlukan adanya program/kegiatan yang jelas, yang akan dilaksanakan pada suatu tahun anggaran. Dalam penerapan anggaran berbasis kinerja ini diperlukan adanya: indikator kinerja, khususnya output (keluaran) dan outcome (hasil), standar pelayanan minimal yang harus dipenuhi oleh pemerintah, standar analisa biaya, dan biaya standar keluaran yang dihasilkan.
  4. Penggunaan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah. Pemerintah dituntut untuk menjaga kesinambungan penyelenggaraan fungsi pemerintahan. Oleh karena itu, Pemerintah wajib menyusun Rencana Kerja Jangka Panjang, Rencana Kerja Jangka Menengah/Rencana Strategis, dan Rencana Kerja Tahunan. Dalam rangka menjaga kesinambungan program/ kegiatannya, pemerintah dituntut menyusun anggaran dengan perspektif waktu jangka menengah. Selain menyajikan anggaran yang dibutuhkan selama tahun berjalan, pemerintah juga dituntut memperhitungkan implikasi biaya yang akan menjadi beban pada APBN/APBD tahun anggaran berikutnya sehubungan dengan adanya program/kegiatan tersebut.
  5. Klasifikasi anggaran. Dalam rangka meningkatkan kualitas informasi keuangan, Pemerintah menggunakan klasifikasi anggaran yang dikembangkan mengacu pada Government Finance Statistic (GFS) sebagaimana yang sudah diterapkan di berbagai negara. Klasifikasi anggaran dimaksud terdiri dari klasifikasi menurut fungsi, menurut organisasi, dan menurut jenis belanja.
Penyempurnaan tersebut memperlihatkan adanya keterkaitan yang erat antara perencanaan dengan penganggaran, sekaligus memperlihatkan hubungan antara Undang-undang Keuangan Negara dengan Undang-undang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Anggaran Daerah mempunyai peran penting dalam sistem Keuangan Daerah. Peran anggaran daerah dapat dilihat berdasarkan fungsi utamanya sebagai berikut :
  • Anggaran berfungsi sebagai alat perencanaan, yang antara lain digunakan untuk;
    1. Merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan sesuai dengan visi dan misi yang ditetapkan.
    2. Merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi serta merencanakan alternatif sumber pembiayaannya.
    3. Mengalokasikan sumber-sumber ekonomi pada berbagai program dan kegiatan yang telah disusun.
    4. Menentukan indikator kinerja dan tingkat pencapaian target.
  • Anggaran berfungsi sebagai alat pengendalian, yang digunakan antara lain untuk;
    1. Mengendalikan efisiensi pengeluaran.
    2. Membatasi kekuasaan atau kewenangan Pemerintah Daerah.
    3. Mencegah adanya overspending, underspending dan salah sasaran (misappropriation) dalam pengalokasian anggaran pada bidang lain yang bukan prioritas.
  • Memonitor kondisi keuangan dan pelaksanaan operasional program atau kegiatan pemerintah.
  • Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemberian failitas, dorongan dan koordinasi kegiatan ekonomi masyarakat sehingga mempercepat pertumbuhan ekonomi.
  • Anggaran sebagai alat politik digunakan untuk memutuskan prioritas-prioritas dan kebutuhan keuangan terhadap prioritas tersebut. Anggaran sebagai dokumen politik merupakan bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif atas penggunaan dan publik untuk kepentingan tertentu. Anggaran bukan sekedar masalah teknis tetapi lebih merupakan alat politik (political tool). Oleh karena itu, penyusunan anggaran membutuhkan political skill, coalition building, keahlian bernegosiasi dan pemahaman tentang prinsip manajemen keuangan publik. Kegagalan dalam melaksanakan anggaran yang telah disetujui dapat menurunkan kedibilitas atau bahkan menjatuhkan kepemimpinan eksekutif.
  • Anggaran sebagai alat koordinasi antar unit kerja dalam organisasi Pemda yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran. Anggaran yang disusun dengan baik akan mampu mendeteksi terjadinya inkosistensi suatu unit kerja dalam pencapaian tujuan organisasi. Di samping itu, anggaran publik juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit kerja.
  • Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi manajemen Pemda agar bekerja secara ekonomis, efektif dan efisien dalam mencapai target kinerja. Agar dapat memotivasi pegawai, anggaran hendaknya bersifat challenging but attainable atau deemanding but achieveable. Maksudnya target kinerja hendaknya ditetapkan dalam batas rasional yang dapat dicapai.

 

GOOD GOVERNANCE (AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA)

Akuntabilitas keuangan pada pemerintah daerah akan berhasil bila tujuan dari SPIP di pemerintah daerah tercapai yaitu Efektifitas & Efisiensi Penyelenggaraan Pemerintahan, Keandalan Laporan Keuuangan, Pengamanan Aset  Negara dan Ketaatan Terhadap Peraturan Peraturan Perundang-undangan.

Tujuan SPIP pada Pemerintah Daerah akan tercapai dengan diimplementasikannya unsur-unsur dan sub unsur-sub unsur SPIP di lingkungan Pemerintah Daerah yaitu Lingkungan Pengendalian, Penilaian Resiko, Kegiatan Pengendalian, Informasi dan Komunikasi, dan Pemantauan Sistem Pengendalian Intern

Untuk mengimplementasikan proses sistem pengendalian intern pemerintah di lingkungan Pemerintah Daerah, yang terdiri dari unsur dan sub unsur diatas, maka ditempuh tahap-tahap implementasi penerapan SPIP pada lingkungan Pemerintah Daerah  yaitu:

Langkah  pertama dengan memberikan PEMAHAMAN  atau KNOWING  kepada aparat pemerintah daerah dengan cara melakukan sosialisasi dan pendidikan dan latihan serta bimbingan teknis yang berkaitan dengan SPIP kepada seluruh level manajemen dan pegawai di lingkungan Pemerintah Daerah.

Langkah selanjutnya adalah dengan melakukan PEMETAAN  atau MAPING  dengan cara melakukan Diagnostic Aseestment terhadap unsur dan sub unsur SPIP yang ada dan dimiliki serta diterapkan oleh pemerintah daerah dan menilai keandalan unsur dan sub unsur SPIP tersebut serta menyarankan perbaikan-perbaikan terhadap unsur dan sub unsur SPIP yang lemah tersebut dengan cara membangun infrastruktur yang dibutuhkan disesuaikan dengan kondisi pendanaan, manfaat dan pengendalian yang sudah terbangun.

Setelah dilakukan Diagnostic Asestment, langkah berikutnya adalah NORMING  yaitu  pembangunan infrastruktur pengendalian yang dibutuhkan dalam rangka memperkuat SPIP di lingkungan Pemerintah Daerah, sehingga tujuan dari implementasi SPIP di Pemerintah Daerah yang bersangkutan terwujud.

Kemudian, setelah infrastuktur terbentuk, langkah selanjutnya adalah FORMING  yaitu menerapkan pertama kali (inisiasi), memasang dan menggunakan infrastruktur tersebut pada lingkungan Pemerintah Daerah.

Langkah Terakhir adalah dengan PEMANTAUAN dan EVALUASI yaitu melakukan  pemantauan kembali dan evaluasi terhadap implementasi dan penerapan infrastruktur yang sudah dibangun dan diterapkan tersebut di lingkungan Pemerintah Daerah untuk dinilai dan diberikan feedback atas inplementasi SPIP tersebut di pemerintah daerah.

Waktu yang diperlukan untuk implementasi SPIP di Pemerintah Daerah atau action plannya diperkirakan selama 5 (lima) Tahun.

Akhirnya, sebagai penutup diharapkan dengan terbangunnya SPIP di lingkungan Pemerintah Daerah yang kuat dan memadai, maka Good Governance (tata kelola) Pemerintah Daerah  yang baik dan Good Goverment  serta Akuntabilitas Keuangan Daerah  tercapai, yang ditandai tercapainya Visi dan Misi serta Tujuan Pemerintah Daerah, keandalan laporan keuangan dengan memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian, serta semakin menurunnya dan kecilnya peluang korupsi dan penyalahgunaan jabatan atau wewenang, serta KKN dalam penyelenggaraan kegiatan pembangunan dan pelayanan publik di Pemerintah Daera.

 

PERAN AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK (ASP) di Era Desentralisasi (Otonomi Daerah)

Akuntansi Sektor Publik sangat erat kaitannya dengan otonomi daerah. Keleluasaan kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah berdampak pada pengelolaan sektor publik yang dikelola dan dipertanggung jawabkan secara langsung oleh daerah otonom. Tujuan adanya otonomi daerah adalah untuk memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintah yang paling rendah yang memiliki informasi yang paling lengkap.
Otonomi daerah yang dilakukan melalui desentralisasi tersebut memiliki 2 (dua) manfaat, yaitu:
  1. Mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa dan krativitas masyarakat dalam pembangunan
  2. Mendorong pemerataan hasilnya.
Akuntansi Sektor Publik merupakan rangkaian proses yang hampir sama dengan akuntansi pada umumnya, hanya saja tuntutan akuntabilitas dan transparasi kepada publik sangat ditekankan pada pelaporannya. Selain ditujukan kepada manajemen dalam kaitannya untuk mengambil keputusan, akuntansi sektor publik sangat ditekankan kepada tujuan pelaporannya. Sektor publik bekerja bersama dengan rakyat, mereka menggunakan uang rakyat dalam menjalankan aktivitasnya. Maka sudah sewajarnya jika masyarakat mempunyai hak untuk mengetahui kinerjanya. Laporan keuangan harus disediakan dan mudah diakses oleh masyarakat, agar masyarakat sebagai pemilik dana tahu aliran dana yang digunakan.

Meskipun ada otonomi daerah, pemerintah pusat wajib mengetahui semua penerimaan dan pengeluaran keuangan daerah (sektor publik) dan juga sebagai pertanggung jawaban yang utama adalah kepada masyarakat sebagai pemilik dana, maka sektor publik dituntut dengan akuntabilitas laporan keuangannya kepada pihak terkait untuk melaporkan laporan keuangannya kepada masyarakat secara jelas dan mudah. Secara singkat antara otonomi daerah dan akuntansi sektor publik memiliki kesamaan yaitu sama-sama bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Berkaitan dengan otonomi daerah, letak fungsinya adalah sebagai penjembatan antara pemerintah pusat dan daerah dalam mengelola pemerintahannya. Dengan adanya pelimpahan kekuasaan ini pemerintah daerah hanya berfokus pada daerahnya dan lingkup tata kelolanya semakin sempit. Maka secara logis dapat dikatakan bahwa pemerintah akan semakin mudah dalam mempertanggung jawabkan laporan keuangannya dan masyarakat pun akan semakin mudah dalam menilai kinerja sektor publik.

Ketika dikaitkan antara akuntansi sektor publik dan otonomi daerah maka otonomi daerah memecah akuntansi sektor publik menjadi pelaporan keuangan di daerah-daerah otonom. Sehingga sebenarnya tingkat akuntabilitas sektor publik dapat lebih ditingkatkan karena memang jangkauan pertanggungjawabannya lebih sempit. Singkatnya otonomi daerah lebih memberikan kemudahan kepada aparat sektor publik dalam menyampaikan laporan keuangannya kepada masyarakat.

Adapun fungsi Akuntansi Sektor Publik adalah sebagai berikut:
  • Fungsi Umum: Menyajikan informasi bagi para pengambil keputusan tentang kejadian-kejadian ekonomi yang penting dan mendasar serta menyajikan atau membantu mempersiapkan informasi tentang bagaimana cara mereka mengalokasikan sumber-sumber yang serba terbatas, seperti modal, tenaga kerja, tanah dan bahan baku guna mencapai tujuan yang diinginkan oleh pemerintah.
  • Fungsi Khusus:
    1. Menghitung layanan yang dicapai oleh pemerintah kemudian menilai apakah pimpinan pemerintah telah melaksanakan tugas-tugas dan kewajiban yang telah ditugaskan kepadanya oleh para pemilik.
    2. Membantu mengamankan dan mengawasi semua hak dan kewajiban pemerintah, khususnya dari segi ukuran finansial.
    3. Memberikan informasi yang sangat berguna kepada para pihak yang berkepentingan seperti pertumbuhan ekonomi suatu wilayah pertumbuhan pendidikan, pertumbuhan pendapatan per kapita dan lain sebagainya.
    4. Mengukur efektivitas dan efisiensi kinerja ekseklusif di dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Peranan penting atau manfaat dari Akuntansi Sektor Publik bagi organisasi:

  1. Membuat keputusan yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya yang terbatas termasuk identifikasi bidang keputusan yang rumit dan penetapan tujuan serta sasaran organisasi.
  2. Mengarahkan dan mengendalikan secara efektif sumber daya ekonomi dan sumber daya manusia yang ada di dalam organisasi.
  3. Menjaga dan melaporkan kepemilikan atas sumber daya yang dikuasai organisasi.
Di dalam Akuntansi Sektor Publik, diperlukan adanya akuntansi manajemen yang baik. Peran utama akuntansi manajemen dalam organisasi sektor publik adalah memberikan informasi akuntansi yang relevan dan handal kepada manajer untuk melaksanakan fungsi perencanaan dan pengendalian organisasi.
Peran akuntansi manajemen dalam organisasi sektor publik meliputi:
  1. Perencanaan strategic
  2. Pemberian informasi biaya
  3. Penilaian investasi
  4. Penganggaran
  5. Penentuan biaya pelayanan (cost of service) dan penentuan tarif pelayanan (charging for service)
  6. Penilaian kinerja
Inti akuntansi manajemen adalah perencanaan dan pengendalian dengan penjelasan sebagai berikut:
  1. Akuntansi Sebagai Alat Perencanaan Organisasi
  2. Perencanaan merupakan cara organisasi menertapkan tujuan dan sasaran organisasi. Perencanaan meliputi aktivitas yang sifatnya strategik, taktis dan melibatkan aspek operasional. Dalam hal perencanaan oprganisasi akuntansi menejemen berperan dalam pemberian informasi historis dan prospektif untuk menfasilitasi perencanaan.
    Dalam organisasi sektor publik, lingkungan yang mempengaruhi sangat heterogen. Faktor politik dan ekonomi sangat dominan dalam mempengaruhi tingkat kestabilan organisasi. Informasi akuntansi diperlukan untuk membuat prediksi-prediksi dan estimasi mengenai kejadian ekonomi yang akan datang diakitkan dengan keadaan ekonomi dan politik saat ini.
  3. Akuntansi Sebagai Alat Pengendali Organisasi
  4. Untuk menjamin bahwa strategi untuk mencapai tujuan organisasi dijalankan secara ekonomis, efisien dan efektif, maka diperlukan suatu sistem pengendalian yang efektif. Pola pengendalian tiap organisasi berbeda-beda tergantung pada jenis dan karakteristik organisasi.
    Untuk organisasi sektor publik karena sifatnya tidak mengejar laba serta adanya pengaruh politik yang besar, maka alat pengendalinya lebih banyak berupa peraturan birokrasi. Terkait dengan pengukuran kinerja terutama pengukuran ekonomi, efisiensi dan efektivitas (value for money), akuntansi manajemen memiliki peran utama dalam pengendalian organisasi yaitu mengkuantifikasi keseluruhan kinerja terutama dalam ukuran moneter.

Fungsi utama informasi akuntansi pada dasarnya adalah pengendalian. 

Informasi akuntansi merupakan pengendalian yang vital bagi organisasi karena akuntansi memberikan informasi yang bersifat kuantitatif. Informasi akunatnsi umumnya disampaikan dalam bentuk ukuran finansial, sehingga memungkinkan untuk dilakukan pengintergrasian informasi dari tiap-tiap unit organisasi yang pada akhirnya membentuk gambaran kinerja organisasi secara keseluruhan. Lebih lanjut informasi akuntansi memungkinkan bagi organisasi untuk mengintegrasikan aktivitas organisasi.

 

SUBYEK PENGURUSAN ADMINISTUANGAN NEGARA

Dalam pelaksanaannya,manajemen keuangan menganut asas pemisahan tugas antara  fungsi
otorisator, ordonator dan bendaharawan.
  1. Otorisator adalah pejabat yang diberi wewenang untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan pengeluaran anggaran. 
  2. Ordonator adalah pejabat yang berwenang melakukan pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan. 
  3. Bendaharawan adalah pejabat yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang atau surat-surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uanga serta diwajibkan membuat perhitungan  dan pertanggungjawaban.

 

PERAN NEGARA DALAM POLITIK EKONOMI

Dalam perekonomian modern yang sudah sedemikian kompleks sekarang ini, campur  tangan pemerintah terhadap  kegiatan ekonomi merupakan  sesuatu  hal  yang mutlak. Tugas pemerintah atau para birokrat tidak lagi hanya mengurusi bidang sosial dan politik, tetapi juga mengurusi masalah-masalah perekonomian. Sulit dibayangkan bagaimana jadinya  sistem  dan  mekanisme perekonomian modern tanpa adanya peranan pemerintah. Banyak ahli  ekonomi berpandangan sama  bahwa  negara  atau birokrasi  adalah  entitas  kelembagaan  yang  paling  dominan  dan sangat  berpengaruh dalam kehidupan ekonomi suatu negara, karena ditangan negaralah  tergenggam kewenangan  politik  dan  sumber-sumber  daya  ekonomi  yang  sangat  besar.

Campur tangan negara atau pemerintah  ini  semakin dirasakan urgen bila sudah menyangkut keadilan. Untuk itu pemerintah diminta bertindak tegas dan bijaksana dalam membuat peraturan yang pada akhirnya untuk  melindungi  masyarakat banyak. Dengan  kata lain, dunia bisnis tidak pernah bebas dari rambu-rambu aturan hukum. Namun perlu dicatat bahwa  dunia bisnis  tidak bisa  diikat atau dibelenggu dengan peraturan perundang-undangan yang rumit karena pada gilirannya akan mematikan kegiatan bisnis itu sendiri. Ketika pemerintah menerapkan suatu kebijakan dan kebijakan tersebut tidak berjalan efektif di dalam masyarakat, seringkali pemerintah  menuduh  masyarakat telah  melakukan  kesalahan  karena  masyarakat  tidak  dapat  mengikuti  dan  tidak memberikan respon  yang  positif  terhadap  kebijakan  tersebut.
Tuduhan  pemerintah seperti ini bisa terjadi karena dua hal mendasar:
  1. pemerintah melihat kebijakannya tersebut hanya dari sudut pandangnya sendiri; dan 
  2. pemerintah belum sepenuhnya mengakomodir  keinginan dan kepentingan individu,  berbagai  kelompok  dan organisasi sosial dalam masyarakat yang lebih luas.

Pada dasarnya kebijakan ekonomi merupakan keputusan politik karena kebijakan ekonomi mempengaruhi distribusi  kekayaan dan pendapatan dalam masyarakat. Golongan  yang memerintah akan menentukan kebijakan ekonomi  dan akan mengambil keputusan dari berbagai alternatif yang tersedia dalam pemecahan masalah-masalah ekonomi. Oleh karena itu, siapa yang memerintah sangatlah menentukan pilahan kebijakan ekonomi, sedangkan penentuan siapa yang memerintah merupakan produk politik.
Menurut Didik J. Rachbini, bahwa inti dari disain besar suatu kebijakan ekonomi bermuara kepada 2 (dua) pilar yaitu bobot  institusi negara dan bobot institusi pasar. 
Kesalahan dalam meramu keduanya akan menimbulkan kerancuan atau bahkan kesalahan dalam disain besar sistem ekonomi-politik. Misalnya, jika sistem ekonomi terlalu liberal dengan menyerahkan segalanya kepada mekanisme pasar dan hukum persaingan, maka tujuan untuk mensejahterakan rakyat banyak tidak akan pernah terwujud selamanya.

Dari uraian di atas menunjukkan catatan bahwa proses pertumbuhan dan perkembangan pemerintahan telah melekatkan pembesaran peran dan fungsi birokrasi. Oleh karena itu, kajian mengenai birokrasi menjadi penting untuk dilakukan dikatkan dengan pertumbuhan kegiatan dan kekuasaan dalam pemerintahan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar