TEORI ATRIBUSI
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang seringkali bertanya mengapa orang lain (atau dirinya sendiri) menunjukkan suatu perilaku tertentu. Pertanyaan-pertanyaan berikut ini mencerminkan beberapa hal yang ingin dijawab oleh teori atribusi :
• Mengapa orang lain (dirinya) berhasil/gagal mencapai sesuatu?
• Mengapa dia (saya) mau melakukan perbuatan luhur itu?
• Mengapa dia (saya) tega melakukan perbuatan buruk itu?
Faktor-faktor penyebab dari perbuatan seperti dicontohkan pada pertanyaan pertanyaan diatas, ingin dijawab oleh teori atribusi. Karena itu teori atribusi adalah teori tentang bagaimana manusia menerangkan perilaku orang lain maupun perilakunya sendiri dan akibat dari perilakunya yang dipertanyakan, misalnya : sifat-sifat, motif, sikap, dsb atau faktor-faktor situasi eksternal. Penjelasan kausal ini merupakan mediator antara stimuli yang diterima individu dengan respon yang diberikan terhadap stimuli itu. Untuk memberikan penjelasan/penerangan terhadap suatu perilaku atau suatu akibat perilaku itu, biasanya tidak hanya dilihat perilakunya. Tetapi dilihat juga : masa lalu dari orang yang menunjukkan perilaku itu, motivasinya,situasinya, dsb.
Beragam teori dan pendapat dari tokoh psikologi yang mengamati kondisi jiwa manusia terhadap respon yang diterima dan diamati kemudian tersimpulkan pada sebuah aksi dan diwujudkan dalam proses belajar. Salah satu teori yang digunakan dalam proses belajar adalah teori atribusi yang diharapkan dapat menjelaskan penyebab dari suatu kejadian.
Memahami sebuah kondisi emosional atau kejiwaan seseorang dapat bermanfaat dalam beberapa hal. Akan tetapi hal ini hanya langkah pertama dalam pembahasan psikologi. Biasanya kita ingin memahami hal tersebut lebih jauh agar dapat mengetahui sifat-sifat individu yang bersifat tetap dan mengetahui penyebab di balik perilaku mereka. Dengan kata lain, kita hanya sekedar ingin mengetahui bagaimana seseorang berbuat, namun lebih jauh lagi kita ingin mengetahui mengapa mereka berbuat demikian. Penyebab dari suatu kejadian proses dimana kita mencari informasi ini disebut dengan atribusi (attribution).
Karena atribusi adalah proses yang kompleks, sederetan teori telah lahir demi menjelaskan berbagai proses kerjanya. Salah seorang pakar teori ini adalah Bernard Weiner (1979-1980). Untuk memahaimi lebih dalam tentang teori ini serta aplikasinya dalam pendidikan.
B. Definisi teori Atribusi
Atribusi adalah sebuah teori yang membahas tentang upaya-upaya yang dilakukan untuk memahami penyebab-penyebab perilaku kita dan orang lain. Definisi formalnya, atribusi berarti upaya untuk memahami penyebab di balik perilaku orang lain, dan dalam beberapa kasus juga penyebab di balik perilaku kita sendiri
Sementara menurut Weiner (Weiner, 1980, 1992) attribution theory is probably the most influential contemporary theory with implications for academic motivation. Artinya Atribusi adalah teori kontemporer yang paling berpengaruh dengan implikasi untuk motivasi akademik. Hal ini dapat diartikan bahwa teori ini mencakup modifikasi perilaku dalam arti bahwa ia menekankan gagasan bahwa peserta didik sangat termotivasi dengan hasil yang menyenangkan untuk dapat merasa baik tentang diri mereka sendiri.
Teori yang dikembangkan oleh Bernard Weiner ini merupakan gabungan dari dua bidang minat utama dalam teori psikologi yakni motivasi dan penelitian atribusi. Teori yang diawali dengan motivasi, seperti halnya teori belajar dikembangkan terutama dari pandangan stimulus-respons yang cukup popular dari pertengahan 1930-an sampai 1950-an.
Sebenarnya istilah atribusi mengacu kepada penyebab suatu kejadian atau hasil menurut persepsi individu. Dan yang menjadi pusat perhatian atau penekanan pada penelitian di bidang ini adalah cara-cara bagaimana orang memberikan penjelasan sebab-sebab kejadian dan implikasi dari penjelasan-penjelasan tersebut. Dengan kata lain, teori itu berfokus pada bagaimana orang bisa sampai memperoleh jawaban atas pertanyaan “mengapa”? (Kelly 1973)
C. Komponen dan Karakteristik Atribusi
Model Atribusi mengenai motivasi mempunyai beberapa komponen, yang terpenting adalah hubungan antara atribusi, perasaan dan tingkah laku. Menurut Weiner, urutan-urutan logis dari hubungan psikologi itu ialah bahwa perasaan merupakan hasil dari atribusi atau kognisi. Perasaan tidak menentukan kognisi, misalnya semula orang merasa bersyukur karena memperoleh hasil positif dan kemudian memutuskan bahwa keberhasilan itu berkat bantuan orang lain. Hal ini merupakan urutan yang tidak logis (weiner, 1982 hal 204).
Hubungan antara kepercayaan, pada reaksi afektif dan tingkah laku. Penyebab keberhasilan dan kegagalan menurut persepsi menyebabkan pengharapan untuk terjadinya tindakan yang akan datang dan menimbulkan emosi tertentu. Tindakan yang menyusul dipengaruhi baik oleh perasaan individu maupun hasil tindakan yang diharapkan terjadi.
Menurut teori atribusi, keberhasilan atau kegagalan seseorang dapat dianalisis dalam tiga karakteristik, yakni :
1. Penyebab keberhasilan atau kegagalan mungkin internal atau eksternal. Artinya, kita mungkin berhasil atau gagal karena factor-faktor yang kami percaya memiliki asal usul mereka di dalam diri kita atau karena factor yang berasal di lingkungan kita.
2. Penyebab keberhasilan atau kegagalan seseorang dapat berupa stabil atau tidak stabil. Maksudnya, jika kita percaya penyebab stabil maka hasilnya mungkin akan sama jika melakukan perilaku yang sama pada kesempatan lain.
3. Penyebab keberhasilan atau kegagalan dapat berupa dikontrol atau tidak terkendali. Faktor terkendali adalah salah satu yang kami yakin kami dapat mengubah diri kita sendiri jika kita ingin melakukannya. Adapun factor tak terkendali adalah salah satu yang kita tidak percaya kita dengan mudah dapat mengubahnya.
Merupakan factor internal yang dapat dikontrol, yakni kita dapat mengendalikan usaha dengan mencoba lebih keras. Demikian juga factor eksternal dapat dikontrol , misalnya seseorang gagal dalam suatu lembaga pelatihan , namun dapat berhasil jika dapat mengambil pelatihan yang lebih mudah. Atau dapat disebut sebagai factor tidak terkendali apabila kalkulus dianggap sulit kareba bersifat abstrak, akan tetap abstrak, tidak akan terpengaruh terhadap apa yang kita lakukan.
Secara umum, ini berarti bahwa ketika peserta didik berhasil di tugas akademik, mereka cenderung ingin atribut keberhasilan ini untuk usaha mereka sendiri, tetapi ketika mereka gagal, mereka ingin atribut kegagalan mereka untuk factor-faktor dimana mereka tidak memiliki kendali, sepeti mengajarkan hal buruk atau bernasib buruk.
Menurut Weiner, factor paling penting yang mempengaruhi atribusi ada empat factor yakni antara lain :
1. Ability yakni kemampuan, adalah factor internal dan relative stabil dimana peserta didik tidak banyak latihan control langsung.
2. Task difficulty yakni kesulitan tugas dan stabil merupakan factor eksternal yang sebagaian besar di luar pembelajaran control.
3. Effort yakni upaya, adalah factor internal dan tidak stabil dimana peserta didik dapat latihan banyak control.
4. Luck yakni factor eksternal dan tidak stabil dimana peserta didik latihan control sangat kecil.
Untuk memahami seseorang dalam kaitannya dengan suatu kejadian, Weiner menunjuk dua dimensi yaitu :
a. Dimensi internal-eksternal sebagai sumber kausalitas
b. Dimensi stabil-tidak stabil sebagai sifat kausalitas
TEORI LOCUS OF CONTROL
Definisi Locus of Control
Locus of Control atau lokus pengendalian yang merupakan kendali individu atas pekerjaan mereka dan kepercayaan mereka terhadap keberhasilan diri. Lokus pengendalian ini terbagi menjadi dua yaitu lokus pengendalian internal yang mencirikan seseorang memiliki keyakinan bahwa mereka bertanggung jawab atas perilaku kerja mereka di organisasi. Lokus pengendalian eksternal yang mencirikan individu yang mempercayai bahwa perilaku kerja dan keberhasilan tugas mereka lebih dikarenakan faktor di luar diri yaitu organisasi.
Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali dikemukakan oleh Rotter (1966), seorang ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility), yang didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri (Kreitner dan Kinicki, 2005).
Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan lokus kendali sebagai tingkat dimana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri. Internal adalah individu yang yakin bahwa mereka merupakan pemegang kendali atas apa-apa pun yang terjadi pada diri mereka, sedangkan eksternal adalah individu yang yakin bahwa apapun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan luar seperti keberuntungan dan kesempatan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Individu yang memiliki keyakinan bahwa nasib atau event-event dalam kehidupannya berada dibawah kontrol dirinya, dikatakan individu tersebut memiliki internal locus of control. Sementara individu yang memiliki keyakinan bahwa lingkunganlah yang mempunyai kontrol terhadap nasib atau event-event yang terjadi dalam kehidupannya dikatakan individu tersebut memiliki external locus of control.
Kreitner & Kinichi (2005) mengatakan bahwa hasil yang dicapai locus of control internal dianggap berasal dari aktifitas dirinya. Sedangkan pada individu locus of control eksternal menganggap bahwa keberhasilan yang dicapai dikontrol dari keadaan sekitarnya.
Seseorang yang mempunyai internal locus of control akan memandang dunia sebagai sesuatu yang dapat diramalkan, dan perilaku individu turut berperan di dalamnya. Pada individu yang mempunyai external locus of control akan memandang dunia sebagai sesuatu yang tidak dapat diramalkan, demikian juga dalam mencapai tujuan sehingga perilaku individu tidak akan mempunyai peran di dalamnya.
Definisi Locus of Control menurut para ahli yang lain :
1. Rotter
Locus of control menurut Rotter adalah suatu hal yang dipastikan memberikan kontribusi terhadap kualitas kinerja pada sesorang, yaitu respon awal sebagai dasar dari respon yang akan dilakukan selanjutnya.
2. Spector
Locus of control menurut Spector didefinisikan sebagai cerminan dari sebuah kecenderungan seorang individu untuk percaya bahwa dia mengendalikan peristiwa yang terjadinya dalam hidupnya (internal) atau kendali atas peristiwa yang terjadi dalam hidupnya itu berasal dari hal lain (eksternal)
3. Robbins
Locus of control menurut Robbins adalah tingkat dimana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri. Faktor internal adalah individu yang yakin bahwa mereka merupakan pemegang kendali atas apa pun yang terjadi pada diri mereka, sedangkan faktor eksternal adalah individu yang yakin bahwa apapun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan luar seperti keberuntungan dan kesempatan
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa individu yang mempunyai external locus of control diidentifikasikan lebih banyak menyandarkan harapannya untuk bergantung pada orang lain dan lebih banyak mencari dan memilih situasi yang menguntungkan. Sementara itu individu yang mempunyai internal locus of control diidentifikasikan lebih banyak menyandarkan harapannya pada diri sendiri dan diidentifikasikan juga lebih menyenangi keahlian-keahlian dibanding hanya situasi yang menguntungkan.
Locus Of Control adalah sebagai tingkat dimana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri. Internal adalah individu yang yakin bahwa mereka merupakan pemegang kendali atas apa-apa pun yang terjadi pada diri mereka, sedangkan eksternal adalah individu yang yakin bahwa apapun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan luar seperti keberuntungan dan kesempatan.
Rotter (1975) menyatakan bahwa internal dan eksternal mewakili dua ujung kontinum, bukan secara terpisah. Internal cenderung menyatakan bahwa sebuah peristiwa berada pada control mereka sendiri, sementara eksternal lebih cenderung menyalahkan factor luar yang mempengaruhi suatu kejadian yang menimpa mereka. Contoh sederhananya adalah seorang karyawan dalam memandang karirnya di sebuah perusahaan. Jika ia memiliki internal locus of control maka dia akan menyatakan kegagalannya meraih suatu jabatan lebih dikarenakan dirinya sendiri, sementara karyawan yang memiliki eksternal locus of control akan menyalahkan keadaan seperti kurang beruntung, bos yang kurang adil, dst.
Implikasi yang jelas untuk perbedaan antara internal dan eksternal dalam hal motivasi berprestasi mereka. Lokus internal berkaitan dengan tingkat lebih tinggi dari N-ach. Karena kendali mereka mencari di luar dirinya, eksternal cenderung merasa bahwa mereka kurang memiliki kontrol atas nasib mereka. Orang dengan lokus kontrol eksternal cenderung lebih stres dan rentan terhadap depresi klinis (Benassi, Sweeney & Dufour, 1988; dikutip dalam Maltby, Hari & MacAskill, 2007).
KESIMPULAN
Atribusi adalah sebuah teori yang membahas tentang upaya-upaya yang dilakukan untuk memahami penyebab-penyebab perilaku kita dan orang lain. Definisi formalnya, atribusi berarti upaya untuk memahami penyebab di balik perilaku orang lain, dan dalam beberapa kasus juga penyebab di balik perilaku kita sendiri.
Locus of Control atau lokus pengendalian yang merupakan kendali individu atas pekerjaan mereka dan kepercayaan mereka terhadap keberhasilan diri. Lokus pengendalian ini terbagi menjadi dua yaitu lokus pengendalian internal yang mencirikan seseorang memiliki keyakinan bahwa mereka bertanggung jawab atas perilaku kerja mereka di organisasi. Lokus pengendalian eksternal yang mencirikan individu yang mempercayai bahwa perilaku kerja dan keberhasilan tugas mereka lebih dikarenakan faktor di luar diri yaitu organisasi
Referensi :
Kreitner dan Kinicki. 2005. Perilaku Organisasi, buku 1 Jakarta : Salemba Empat
Robbbins dan Judge. 2007. Perilaku Organisasi, Jakarta : Salemba Empat
Maltby, J., Day, L., Macaskill, A. (2007). Personality, Individual Differences and Intelligence. at http://en.wikipedia.org/wiki/Locus_of_control
http://www.kompasiana.com/jokowinarto/teori-atribusi-berner-weiner-dan-implementasinya-dalam-pembelajaran